TUJUAN HMI:
Sebuah Gagasan Utopis
atau Harapan Semu ?
“baik kota, negara maupun individu tidak akan pernah
mencapai kesempurnaan sampai sekelompok kecil para filsuf. . . Dengan takdir
Tuhan dipaksa, apakah mereka mengkhendaki atau tidak, untuk peduli kepada
Negara” (Plato, Republic).
Tiap
kali kita membiarkan diri untuk didesak oleh panggilan akan keadilan yang tak akan pernah membisu.
(Goenawan Mohamad)
Sekilas Tentang Tujuan
HMI
Secara
sederhana, suatu organisasi muncul karena ketidakmampuan individu untuk
memenuhi kebutuhan bagi dirinya. Organisasi terbentuk dari sekumpulan individu
yang mempunyai kesepakatan bersama di dalamnya. Karena organisasi merupakan
sekumpulan dari individu, maka tujuannya pun bukan untuk pribadi perseorangan,
melainkan untuk kebaikan dan kesejahtraan umum.
HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang tertua di Indonesia merupakan
suatu kendaraan yang mengantarkan para penumpangnya kepada tujuan yang
dimaksud. Dengan sangat jelas tertera
dalam kitab/buku panduan HMI dari hasil kongres HMI XXVII (Depok, 5-10 November
2010), bahwa tujuan HMI dalam anggaran dasar (AD) adalah “Terbinanya
insan Akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhai
Allah SWT”.
Dalam tataran konsep
atau gagasan, tujuan tersebut tentunya sangat ideal. Karena menawarkan sebuah
hasil yang berposisi pada tingkat
pencapaian yang sangat sempurna. Dalam tujuan tersebut, pesan yang tersirat di
dalamnya adalah akan terwujudnya suatu keadaan manusia yang berkualitas tinggi
dan sempurna (insan
al-kamῑl).
Terdapat keterhubungan (korelasi) yang jelas antara Individu, Sosial dan Tuhan.
Pada tataran individu,
HMI bertanggungjawab atas terbentuknya manusia—yang dibahasakan dengan al-insan—yang
berjiwa akademis. Pada tahap berikutnya, insan akademis tersebut mampu untuk menciptakan
suatu inovasi yang baru yang bermanfaat, kemudian mampu mengabdikan dirinya
pada pada tataran dimensi sosial demi terwujudnya suatu keadaan masyarakat yang
adil dan makmur yang tentunya diridlai Allah SWT (Baldatun thayyibatun
wa rabbun ghafur).
Gagasan ideal tersebut
senada dengan apa yang pernah dikemukakan oleh pemikir modern Muslim India yaitu Muhammad Iqbal,
bahwa terwujudnya tatanan masyarakat yang adil dan makmur itu haruslah diawali
dari komponen individu yaitu insan al-kamῑl.
Perlu digarisbawahi, bahwa yang dimaksud dengan tujuan atau
visi (al-Ghayah) merupakan hasil akhir dari sebuah
perjuangan. Tujuan bersifat final bukan proses, dan tentunya hal tersebut menjadi sebuah
mimpi dan cita-cita bersama di mana
HMI dapat mewujudkan tujuan tersebut. Logika sederhananya adalah katakanlah HMI
sebagai suatu kendaraan, bahwa untuk mencapai suatu tujuan, tentunya ada suatu fase perjalanan yang harus dijalankan dan
diusahakan.
Yang
Melangit Turun ke Bumi
Setelah merumuskan
gagasan ideal tersebut, di dalam kitab panduan HMI tersebut dicantumkan secara
jelas tanpa bias makna usaha-usaha
yang harus dijalankan oleh seluruh komponen yang terlibat langsung di dalamnya.
Dan usaha-usaha yang telah dirumuskan tersebut tentunya sebagai satu perwujudan
nyata yang harus ada dan harus dijalankan secara sadar.
Ada tujuh point yang terdapat di dalam
Anggaran Dasar (AD) pasal 5, yaitu diantaranya:
- Membina pribadi muslim untuk mencapai akhlaq al-karimah.
- Mengembangkan potensi kreatif, keilmuan, sosial dan budaya.
- Mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemaslahatan masa depan umat manusia.
- Berperan aktif dalam dunia kemahasiswaan, perguruan tinggi dan kepemudaan untuk menopang pembangunan nasional.
Dari beberapa point
tersebut jelaslah apa yang seharusnya dilakukan di dalam dunia nyata ini oleh para
individu yang terkait secara aktif di HMI. Usaha usaha tersebut merupakan
sesuatu yang bersifat real untuk
mencapai sebuah tujuan yang bersifat ideal. Tujuan yang telah menjadi harapan
bersama tentunya akan selalu melangit yang berada dan bersemayam di dalam dunia idea jika aspek-aspek
yang bersifat membumi tidak terlaksana.
Pola tindakan dari
berbagai usaha tersebut haruslah berdasarkan atas aspek kesadaran dan
rasionalitas. Karena dari setiap tindakan, akan membentuk sebuah pola yang akan
menjadi sebuah instrumen sosial. Tindakan yang gegabah— apalagi mengatas
namakan diri HMI—akan berakibat fatal
kepada diri sendiri dan organisasi. Tindakan harus merupakan representasi dari dunia kesadaran individu, karena dari kesadaran manusia mampu
bertindak atas sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Memang
benar bahwa HMI merupakan organisasi pengkaderan. Akan tetapi permasalahannya
adalah apakah pengkaderan itu diartikan hanya sebatas memperbanyak kuota
anggota? Tentu jawabannya “tidak”.
Pengkaderan merupakan sebuah konsep yang merupakan sintesa dari aspek kuantitas
dan kualitas individu/anggota. Terkadang kita selalu menyalahartikan pemahaman
tentang konsep pengkaderan. Kita selalu terjerumus pada pemahaman yang dangkal,
bahwa pengkaderan merupakan ajang memperbanyak kuantitas anggota.
Idealnya, setelah diadakan suatu pelatihan
kader (LK) –khususnya LK I—para peserta yang sudah resmi menjadi anggota
diarahkan kepada usaha-usaha yang telah dirumuskan di dalam anggaran dasar (AD)
HMI. Realitasnya, terkadang para anggota tersebut dibiarkan begitu saja tanpa
ada arahan dan follow up (membina,
mengembangkan, mempelopori dan berperan aktif) dari pihak yang berkewajiban.
Pengkaderan adalah usaha kongkrit dan bukti realisasi tindakan untuk mencapai
tujuan tertentu.
Refleksi
Kesadaran
Kritikan bukan bertujuan untuk menjatuhkan atau
menghancurkan sesuatu. Akan tetapi dari suatu kritikan dengan landasan dan
argumentasi yang jelas, bahkan dengam menghadirkan realitas yang ada merupakan
suatu upaya untuk membangkitkan semangat kesadaran atas sesuatu supaya dapat berbenah
diri dengan lebih baik lagi.
Pertanyaan sederhananya
adalah apakah para kader HMI—baik anggota muda, anggota biasa, anggota
kehormatan maupun para elite birokrasi-- yang terlibat secara langsung di dalamnya
telah mampu untuk menjalankan secara baik dan benar usaha-usaha tersebut?
Sudahkan kita membina, mengembangkan, mempelopori dan berperan aktif?
Tentunya dari beberapa
pertanyaan sederhana tersebut tidak membutuhkan suatu jawaban seperti sedang mengisi soal EBTANAS,
UTS atau UAS, melainkan bukti tindakan nyata di dalam kehidupan nyata ini. Dan
tentunya ini merupakan tugas bersama bagi para kader HMI. Tanpa adanya suatu kesadaran dan partisipasi tindakan nyata atas usaha tersebut dari para anggota HMI, tentunya harapan hanya sebatas
sentuhan. Dan tujuan HMI akan menjadi sebuah gagasan Utopis yang hanya dapat
dipahami dalam dunia idea. Seperti halnya konsep negara ideal yang
dicita-citakan oleh filosof yunani klasik, Plato.
Inti sari dari Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI adalah terjalin suatu korelasi yang kuat antara iman,
ilmu dan amal. Sudah saatnya kita sadar, bangkit dan bertindak. HMI ada karena
adanya suatu aktivitas, tanpa adanya aktivitas, HMI hanya sekedar sebuah nama
belaka yang tidak jelas merujuk
kepada pemaknaan apa. Satu-satunya jalan yang masih terbuka
adalah menjadikan HMI sebagai suatu organisasi perjuangan. Aturan main telah
dirumuskan, sekarang tinggal bagaimana caranya kita memainkan aturan tersebut
dengan permainan yang cantik dan indah.
Wallahu
a`lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar