Papi Udin
Abstraksi
Dalam lintasan
sejarah, hermeneutik pada mulanya dipahami sebagai sesuatu yang eksklusif dan
hanya berurusan dengan teks-teks tertentu. Bukan hanya khusus, hermeneutik juga
digunakan sebagai interpretasi yang bersikap dingin kepada teks dengan menganggap
teks sebagai sesuatu yang sepenuhnya objektif di luar sana. Seolah tanpa
membawa kehendak jiwa pengarangnya. Terbatasnya wilayah teks dan diabaikannya
peran sang penulis kemudian mendapatkan penolakan. Hermeneutik lalu diberikan
jiwa dalam proses kerjanya sebagai upaya untuk memahami kehendak sang penulis
yang menciptakannya. Lebih dari itu, ia juga dilepaskan dari sekat-sekat khusus
dan merangsek masuk ke segala bentuk teks yang menjadikannya hermeneutika umum,
serta menjelma menjadi sebuah studi baru yang dikenal sebagai “art of
understanding” (seni pemahaman). Dan yang paling bertanggung jawab atas semua kemajuan
besar hermeneutik ini adalah seseorang yang bernama Friedrich Schleiermacher.
Keywords:
Hermeneutika
umum – seni pemahaman – lingkaran hermeneutik -
interpretasi gramatikal – interpretasi psikologis
I. Defenisi Hermeneutik
Secara
etimologis, hermeneutik berasal dari kata kerja hermēneuein dan kata benda hermēneia,
yang keduanya konon merujuk pada seorang penyampai pesan dewa yang memiliki
kaki bersayap yang bernama Hermes.[2]
Ada tiga makna
dasar penggunaan kata hermēneuein dan
hermēneia ini di zaman Yunani kuno,
antara lain:
1.
untuk mengekspresikan sesuatu dengan suara keras melalui kata-kata, disebut
“to say”;
2.
untuk menjelaskan, sebagaimana
menjelaskan suatu kondisi, disebut “to
explein”;
3.
untuk menerjemahkan, sebagaimana
penerjemahan sebuah bahasa asing, disebut
“to translate”.
Akan tetapi,
karena dalam Bahasa Inggris ketiga makna ini bisa diartikan sebagai “to interpret”, maka kata kerja hermÄ“neuein diartikan sebagai to interpret dan kata benda hermÄ“neia diartikan sebagai interpretation.[3] Bukan
tanpa alasan, sebenarnya penerjemahan bahasa Inggris menjadi interpretation –dan bahkan kata interpretation itu sendiri– berasal dari
bahasa Latin yang digunakan untuk menerjemahkan kedua kata Yunani tadi menjadi interpretatio.[4] Pada akhirnya,
terjemahan kata to interpret dan interpretation tersebut juga masuk ke
dalam bahasa Indonesia dan diserap menjadi kata “menginterpretasikan” dan
“interpretasi”.[5]
Memperhatikan aspek historis di atas, dan untuk menjaga
kedekatan makna, maka penerjemahan hermeneutik yang selanjutnya akan digunakan dalam
tulisan ini terutama adalah kedua kata tersebut (menginterpretasi/interpretasi),
ketimbang kata-kata lainnya yang biasa digunakan untuk maksud yang sama seperti
“menafsirkan/tafsiran”, atau “menerjemahkan/terjemahan”.
Seperti
dijelaskan pada defenisi etimologis di atas, pada mulanya hermeneutik dimaknai
sebagai ilmu interpretasi, khususnya terhadap eksegesis (terjemahan) Bibel.
Tetapi pada perkembangannya, hermeneutik secara terminologi mengalami perluasan
makna. Perkembangan makna tersebut dapat terlihat dari beberapa defenisi yang
dimuat Richard E. Palmer, sebagai berikut:
1.
Teori eksegesis Bibel
2.
Metodologi filologis umum
3.
Ilmu dari semua pemahaman linguistik
4.
Dasar metodologis dari Geisteswissenscaften
5.
Fenomenologi eksistensi dan pemahaman
eksistensial
6.
Sistem interpretasi, baik rekolektif
maupun ikonoklastik, yang digunakan untuk memperoleh makna di balik mitos dan
simbol.[6]
Keenam defenisi
yang dikemukakan Palmer di atas sebenarnya menandai beberapa corak perkembangan
hermeneutik yang berbeda satu dengan yang lain. Di antara keenam defenisi di
atas, defenisi ketiga –ilmu dari semua pemahaman linguistik– adalah corak yang
menandai pemikiran tokoh yang akan dibahas dalam makalah singkat ini; Friedrich
Schleiermacher.
I. Hermeneutik Schleiermacher
Friedrich Schleiermacher
bernama lengkap Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768–1834) lahir di
Breslau dan melanjutkan pendidikan di University of Halle. Schleiermacher
adalah sosok yang dikenal di wilayah filsafat, terutama Jerman, dan dalam studi
teologi, khususnya Kristen Protestan. Namun kontribusi terbesar yang membuatnya
dikenal secara umum adalah refleksinya yang secara serius memikirkan kembali
tentang hermeneutik.[7]
Schleiermacher menduduki peran sentral dalam hermeneutik setidaknya karena
dua hal:
1.
Ia melengkapi penafsiran gramatikal
dengan interpretasi psikologis.
2.
Ia mengantarkan kepada analisis proses
pemahaman dan menyelediki segala kemungkinan dan batas-batas pemahaman
tersebut.[8]
Hermeneutika
Umum
“Saat ini tidak ada hermeneutika umum sebagai seni pemahaman, yang ada
hanya berbagai bentuk hermeneutika khusus”[9]
Seperti
disebutkan di atas, di antara keenam defenisi hermeneutik yang disebutkan
Palmer, salah satu di antaranya menggambarkan batasan hermeneutik bagi
Schleiermacher. Defenisi ketiga, hermeneutik sebagai ilmu dari semua pemahaman
linguistik diambil dari pemikiran Schleiermacher dalam memahami bidang pengetahuan
ini.
Schleiermacher
memandang hermeneutik sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentang pemahaman atau biasa
disebutnya seni pemahaman (art of
understanding). Pandangan ini secara radikal mengkritik sudut pandang
filologis, dan menawarkan hermeneutik sebagai sesuatu keseluruhan aturan yang koheren
secara sistematik, dan menjadi ilmu yang menggambarkan syarat-syarat pemahaman
semua dialog.
Dari sini hermeneutik
kemudian tidak saja dalam arti sempit sebatas hermeneutik filologis, tetapi
kemudian menjadi “hermeneutika umum” (allgemeine
Hermeneutik) yang menyediakan prinsip-prinsip sebagai dasar untuk memahami
segala bentuk interpretasi teks. Di sinilah untuk pertama kalinya hermeneutik
menjadi mendefenisikan dirinya sendiri sebagai ilmu pemahaman itu sendiri, dan
bukan lagi sekedar bagian kecil dari beberapa disiplin ilmu tertentu.[10]
Seni Pemahaman
“Seni padanya yang ada memang aturan-aturan. Akan tetapi,
aplikasi yang dikombinasikan dari aturan-aturan tersebut tidak bisa berubah
menjadi aturan terikat”[11]
Seperti
disebutkan di atas, Scheleiermacher memaknai hermeneutik sebagai seni pemahaman
(art of understanding). Dalam konteks
pemikiran Scheleiermacher, pemahaman sebagai sebuah seni dimaknai sebagai kemampuan
untuk mengalami kembali proses mental penulis teks saat ia menuliskannya.
Sebuah upaya
pembalikan di mana –jika sebuah teks bermula dari kondisi kejiwaan yang
kemudian dituliskan dan menjadi sebuah teks baku– hermeneutik justeru berangkat
dari teks yang sudah selesai tersebut untuk kembali dan melacak, tidak saja
awal mula pembuatan, tetapi bahkan kondisi mental tempat mana teks tersebut
lahir.
Oleh karena itu,
pemahaman dalam konteks pemikiran Scheleiermacher adalah sebentuk rekonstruksi
di mana ia dibangun dengan menggunakan dua bentuk interpretasi dalam
interaksinya, yakni “gramatikal” dan “psikologis”. Kedua hal ini pula
–gramatikal dan psikologis– yang kemudian menjadi prinsip-prinsip teorinya yang
dikenal sebagai “lingkaran hermeneutis” (hermeneutical
circle).[12]
Lingkaran
Hermeneutis
“Pengetahuan sempurna selalu ada pada lingkaran jelas
ini, di mana setiap bagian hanya bisa dipahami melalui yang umum mengingat ia
adalah sebuah bagiannya, dan sebaliknya”[13]
Lingkaran
Hermeneutis adalah salah satu konsep yang sering dirujukkan kepada
Scheleiermacher. Berangkat dari konsepnya tentang pemahaman, ia menjelaskan
bahwa pemahaman pada dasarnya adalah sesuatu yang bekerja secara referensial.
Seseorang hanya bisa memahami sebuah teks saat ia dibandingkan dengan sesuatu
yang lain yang sudah diketahui terlebih dahulu. Hal ini biasanya dilakukan
dengan membandingkan antara bagian-bagian dan keseluruhan secara resiprokal.
Dalam sebuah
teks misalnya, bagian-bagian kata tertentu hanya bisa dipahami dalam kaitannya
dengan keseluruhan teks atau kalimat. Begitu juga sebaliknya, keseluruhan teks
atau kalimat hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan bagian-bagian kata yang
membangun susunan teks atau kalimat tersebut. Interaksi dialektis antara
keseluruhan dan bagian dalam mencari makna ini tampak sebagai sesuatu yang terus
berputar satu dengan yang lain membentuk sebuah lingkaran. Inilah yang kemudian
dikenal sebagai lingkaran hermeneutis.
Mengingat lingkaran
hermeneutis juga disusun dari prinsip gramatikal dan psikologis, maka ia juga
mengasumsikan adanya elemen intuitif. Selain itu, dalam sebuah wacana,
lingkaran hermenetis juga tidak saja mengakomodir aspek linguistik (bahasa), melainkan
juga aspek materi yang dibicarakan (subjek).[14]
Interpretasi
Gramatikal dan Interpretasi Psikologis
“Segala sesuatu harus dipahami dan diterangkan melalui
pemikiran-pemikirannya [si penulis]”[15]
Pembagian
gramatikal dan psikologis Scheleiermacher secara lebih jelas terlihat dalam
teori interpretasinya. Interpretasi gramatikal berurusan dengan hal-hal
objektif dan hukum-hukum umum, sementara interpretasi psikologis berkenaan
dengan hal-hal subjektif dan individual.
Interpretasi
gramatikal dan interpretasi psikologis lahir sebagai konsekuensi adanya
hubungan antara bahasa dan pemikiran. Di ruang bahasa interpretasi yang muncul
adalah “gramatikal”, sementara di ruang pemikiran yang mengemuka adalah
interpretasi “psikologis”.
Interpretasi
gramatikal menunjukkan cara kerja bahasa baik dalam struktur kalimat dan
hubungan bagian-bagian pada sebuah karya, serta hubungannya dengan karya-karya
lain yang sejenis. Pada interpretasi psikologis, fokus utamanya adalah
menempatkan individualitas penulis dan karyanya yang dihadap-hadapkan dengan
kehidupan dan karya-karya orang lain. Prinsip kerja keduanya pada dasarnya
bersifat resiprokal seperti penjelasan yang ada pada lingkaran hermeneutis.[16]
Interpretasi
psikologis pada dasarnya membutuhkan pendekatan intuitif. Oleh karena itu, jika
pada pendekatan gramatikal cukup menggunakan metode komparatif dan berangkat
dari yang umum kepada yang khusus dari sebuah teks, pada pendekatan psikologis,
di samping menggunakan metode komparasi juga harus menggunakan metode “divinatory”. “[Metode] divinatory adalah sesuatu di mana
seseorang merubah dirinya menjadi orang lain untuk memahami individualitasnya
secara langsung”. [17]
Dari keseluruhan
upaya yang dilakukan Scheleiermacher di atas, khususnya terkait interpretasi
psikologis, yang menjadi tujuan paling utama Scheleiermacher seusungguhnya bukan
untuk memahami sudut pandang psikologis sang penulis, melainkan kembali kepada teks.
Sekali lagi pemahaman akan kondisi kejiwaan sang penulis hanya sebuah cara
untuk mengantarkan seseorang dalam memahami sebuah teks. Tujuan utama semua
pendekatan tadi adalah untuk memperoleh akses penuh pada apa yang penulis
maksud dalam teks-teks yang telah ia susun.[18]
REFERENSI
Blackburn, Simon, “Friedrich Daniel Ernst
Schleiermacher”, The Oxford Dictionary of Philosophy, New York: Oxford University
Press, 2005
Bleicher, Josef, Contemporary
Hermeneutics: Hermeneutics as Method Philosophy and Critique, New York:
Routledge, 1993
Nasional, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008
Palmer, Richard E., Hermeneutics:
Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer, USA:
Noerthwestern University Press, 1988
Schmidt, Lawrence K., Understanding
Hermeneutics, Stocksfield: Acumen, 2006
Vollmer, Kurt Muller-, The Hermeneutics Reader: Texts of the German Tradition from the
Enlightenment to the Present, New York: Continuum, 1990
W.M, Abdul Hadi, Hermenetutika
Sastra Barat & Timur, Jakarta: Shadra Press, 2014
[1] Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi untuk
mata kuliah Comparative Study of Hermeneutics di ICAS-Paramadina, pada hari
Jumat, 4 April 2014
[2] Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer, (USA: Noerthwestern University Press, 1988), h. 13.
Beberapa literatur menyamakan Hermes dengan tokoh-tokoh dalam kebudayaan lain,
misalnya Merkurius dalam tradisi Romawi, Enoch dalam tradisi Kristen, Idris
dalam tradisi Islam, dan Pushan dalam tradisi Hindu; lihat Abdul Hadi W.M, Hermenetutika Sastra Barat & Timur, (Jakarta:
Shadra Press, 2014), h. 26-33
[3] Palmer, Hermeneutics,
h. 13
[4] Lawrence K. Schmidt, Understanding Hermeneutics, (Stocksfield: Acumen, 2006), h. 6
[5] Interpretasi n pandangan
teoritis terhadap sesuatu; pemberian kesan, pendapat, atau pandangan
berdasarkan pada teori terhadap sesuatu; tafsiran; menginterpretasikan v menafsirkan;
lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008) h. 561.
[6] Palmer, Hermeneutics,
h. 33
[7] Simon Blackburn, “Friedrich
Daniel Ernst Schleiermacher”,
The Oxford Dictionary of Philosophy,
(New York: Oxford University Press, 2005),
h. 329-330
[8] Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method Philosophy and
Critique, (New York: Routledge, 1993), h. 15
[9] “At present
there is no general hermeneutics as the art of understanding but only a variety
of specialized hermeneutic”; lihat Kurt Muller-Vollmer, The Hermeneutics Reader: Texts of the German
Tradition from the Enlightenment to the Present, (Nwe York: Continuum,
1990), h. 73. Terjemahan Inggris versi lain menyebutkan, “Hermeneutics as the art of understanding does not yet exist in general
manner, there are instead only several forms of spesific hermenutis”; lihat
Schmidt, Understanding Hermeneutics, h.
10. Lain lagi dengan versi terjemahan Palmer, “Hermeneutics as the art of understanding does not exist as a general
field, only a plurality of specialized hermeneutics”; lihat Palmer, Hermeneutics, h. 84. Meski demikian,
maksud ketiganya persis sama.
[10] Palmer, Hermeneutics,
h. 40
[11] “Art is that
for which there admittedly are rules. But the combinatory application of these
rules cannot be rule-bound”; lihat Schmidt, Understanding Hermeneutics, h. 11
[12] Palmer, Hermeneutics,
h. 86
[13] “Complete
knowledge is always in this apparent circle, that each particular can only be
understood via the general, of which it is a part, and vice versa”; lihat Schmidt,
Understanding Hermeneutics, h. 14
[14] Palmer, Hermeneutics,
h. 87-88
[15] “Everything must be
understood and explicated via his [the author’s] thoughts”; lihat Schmidt, Understanding Hermeneutics, h. 20
[16] Palmer, Hermeneutics,
h. 88-89
[17] “The
divinatory [method] is that in which one transforms oneself into the other
person in order to grasp his indivualitiy directly”; lihat Palmer, Hermeneutics, h. 90
[18] Palmer, Hermeneutics,
h. 90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar