"Sebuah Analisis Kritis atas
Penomena Objektif HMI Cabang Ciputat"
“Kemunduran HMI dikarenakan adanya sebuah
konflik internal
yang
cenderung lama penyelesaiannya.”
(Prof. Syafi`i
Ma`arif)
Jaya
dan redupnya HMI merupakan sebuah dinamika organisasi yang adanya menjadi
sebuah keniscayaan. Mengutip dari buah pemikiran Ibn Khaldŭn bahwa suatu
organisasi itu lahir, berkembang, jaya dan kemudian ia runtuh atau mati. Dahulu,
kita boleh saja berbangga hati karena banyak hal positif yang terdapat di rumah
ini. Tapi, sejenak kita berhenti dulu bernostalgia imaginer ke masa lalu,
karena suasana yang demikian tidaklah kita jumpai pada saat ini.
Harus
jujur diakui, bahwa HMI sebagai sebuah organisasi pengkaderan yang berazaskan
Islam, pada akhir-akhir ini mengalami sebuah kejumudan yang sangat luar biasa.
Hal demikian tidaklah berlebihan dan juga tidak diada-ada. Adanya sebuah
penilaian seperti itu bukan atas pendapat dari suatu ruang yang kosong, akan
tetapi berlandaskan atas beberapa indikasi dari penomena-penomena objektif yang
tampak di depan mata sebagai sesuatu yang harus dicarikan obat penawarnya.
Ada
beberapa indikasi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dari apa yang dialami
oleh HMI pada saat ini, yaitu diantaranya adalah adanya penurunan kualitas dan
kuantitas kader. Tingkat penurunan kualitas kader HMI bisa saja disebabkan oleh
para kader –termasuk birokratnya—yang terlalu asyik menikmati dinamika konflik
internal yang tidak kunjung terselesaikan. Sedangkan hal demikian sungguh pun
tidak perlu terjadi, karena dapat menghambat ruang gerak dan kiprahnya sebagai
organisasi pengkaderan.
Secara
faktual, terlihat bahwa para birokrat HMI seakan menjauh dari para kader. Entah
itu karena mereka terlalu asyik mengurus rumah tangganya sendiri, atau mungkin
mereka terlupakan oleh segala aktivitas yang sebenarnya tidak ada hubungannya
dengan organisasi ini.
Dari segi kuantitas, terlihat bahwa Menurunnya
jumlah kader baru yang masuk HMI menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita.
Apakah hal tersebut merupakan hal yang terjadi begitu saja, ataukah ada sebuah
petunjuk yang dapat dijadikan sebuah hukum perubahan sosial, mengapa penurunan
jumlah kader tersebut bisa terjadi. bisa jadi, hukum yang dapat dijadikan
sebuah keterangan adalah bahwa HMI semakin jauh dengan mahasiswa, karena tidak
memahami akan kebutuhan mahasiswa (student
need).
HMI
jarang melakukan sebuah evaluasi internal terhadap perjalanan roda organisasi
sehingga tidak diketahui secara pasti sejauh mana keberhasilan HMI dalam
melaksanakan perjuangannya dan tidak diketahui faktor-faktor apa saja yang
menjadi penghalangnya. Idealnya, karena ini merupakan masalah bersama,
khendaknya para aktor yang memiliki sebuah hak istimewa, sesekali mengadakan
diskusi akbar dari para kader, pejabat organisasi maupun tim ahli yang dianggap
mampu untuk menuangkan gagasan-gagasannya dalam mencari solusi yang cemerlang
bagi keberlangsungan roda organisasi ini.
Kritik-kritik
atas penomena objektif di atas semoga saja dapat menyadarkan HMI—termasuk kader
dan birokratnya—agar senantiasa melalukan sebuah rekontruksi, revitalisasi dan rejuvenasi atas batang tubuh HMI
sebagai sebuah organisasi yang senantiasa dipandang sebagai organisasi yang
besar. Hal demikian dapat terwujud tentunya harus kembali lagi kepada bagaimana
upaya-upaya kader HMI untuk dapat menjaga esensi dan eksistensi HMI.
Dan
tentunya dengan melihat bagaimana pola pengkaderan di dalam tubuh HMI
terkonstruk secara baik dan benar, agar HMI dapat kembali diminati oleh
kalangan mahasiswa serta mampu untuk menampung semua aktivitas-aktivitas
positif secara aktual. Dan ke depannya akan terlihat sosok-sosok kader yang
tampil sebagai kader yang paham betul akan visi-misi HMI dalam menjawab
tantangan zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar