BREAKING

Kamis, 12 Juli 2012

Ushuluddin & Ketidakwarasan

            Beberapa saat yang lalu telah diluncurkan tulisan mengenai Ushuluddin sebagai tanah yang dijanjikan, sebagai yang tertua diantara fakultas samawi. Dari reka historis lahirnya fakultas dakwah sebagai anak tertua dan fisip sebagai anak yang paling bungsu jelas memperlihatkan eksistensi Ushuluddin sebagai fakultas yang mampu hadir sebagai pioneer bagi lahirnya dua fakultas besar yang memiliki cabang-cabang pemikirannya sendiri.
Ushuluddin sebagai jantung dari UIN syarif hidayatullah, ungkapan seperti itu sudah sering kita dengar dari orang-orang yang mengagumi pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh nasional yang berasal dari UIN syarif. Apalah jadinya UIN Jakarta jika seandainya Ushuluddin tidak penah ada. Disamping dilegitimasi sebagai sebuah fakultas, Ushuluddin senantiasa menjadi sebuah inspirasi dan the spirit of human being  bagi keberadaan sesuatu yang lainnya, termasuk Dakwah dan Fisip.[1]
Ushuluddin sudah seharusnya merasa memiliki diri mereka sendiri, memiliki fakultas mereka sendiri, nadi Ushuluddin masihlah berdetak pada setiap fakultas yang dilahirkannya, dan anak-anak itu tidaklah dapat lepas dari ke-Ushuluddinan yang melekat pada diri mereka. Sudah seharusnya setiap anak menghormati orang yang sudah melahirkannya. Tetapi tidak banyak diantara anak-anak itu tidak menyadari hal normatif seperti itu, mereka seolah tidak menyadari bahwa eksistensi mereka adalah ‘berkat’ dari Ushuluddin, kebaikan Ushuluddin, luasnya Ushuluddin.
Sungguh memalukan memang hal normatif seperti itu tidak mereka sadari, bahkan dari fakta yang penulis temukan kebanyakan diantara anak-anak itu justru berfikiran yang kontradiktif dari fakta yang ada, ‘kenapa sih Ushuluddin itu nebeng ama dakwah’, pernyataan bodoh dan tolol seperti itu haruslah dikoreksi ulang, mereka tidak menyadari dan tidak mempelajari sejarah sebagai sesuatu yang dapat menyadarkan, mereka hanya mencoba meraba-raba dengan mata yang tertutup, dan hasilnya pun dapat ditebak, kekeliruan dalam pengambilan kesimpulan.
Banyak hal yang berkaitan dengan fenomena-fenomena yang terjadi itu, hal ini dengan jelas menunjukkan supremasi Ushuluddin sebagai fakultas ‘samawi’ sedang dalam fase kemunduran, orang-orangnya tidak lagi berjiwa Ushuluddin, Ushuluddin tidak lagi menyadari menyadari diri mereka sendiri, mereka hanya menyadari diri mereka sebagai fakultas, tidak lagi sebagai pemilik dari tanah yang dijanjikan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube