Beberapa saat yang lalu telah
diluncurkan tulisan mengenai Ushuluddin sebagai tanah yang dijanjikan, sebagai
yang tertua diantara fakultas samawi. Dari reka historis lahirnya fakultas
dakwah sebagai anak tertua dan fisip sebagai anak yang paling bungsu jelas
memperlihatkan eksistensi Ushuluddin sebagai fakultas yang mampu hadir sebagai
pioneer bagi lahirnya dua fakultas besar yang memiliki cabang-cabang
pemikirannya sendiri.
(Untuk lebih jelas : http://pojokinspirasiUshuluddin.blogspot.com/2012/06/tiga-fakultas-samawi-Ushuluddin-dakwah.html).
Ushuluddin sebagai jantung dari UIN
syarif hidayatullah, ungkapan seperti itu sudah sering kita dengar dari
orang-orang yang mengagumi pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh nasional yang
berasal dari UIN syarif. Apalah jadinya UIN
Jakarta jika seandainya Ushuluddin tidak penah ada. Disamping dilegitimasi
sebagai sebuah fakultas, Ushuluddin senantiasa menjadi sebuah inspirasi dan the
spirit of human being bagi keberadaan
sesuatu yang lainnya, termasuk Dakwah dan Fisip.[1]
Ushuluddin sudah seharusnya merasa
memiliki diri mereka sendiri, memiliki fakultas mereka sendiri, nadi Ushuluddin
masihlah berdetak pada setiap fakultas yang dilahirkannya, dan anak-anak itu
tidaklah dapat lepas dari ke-Ushuluddinan yang melekat pada diri mereka. Sudah
seharusnya setiap anak menghormati orang yang sudah melahirkannya.
Tetapi tidak banyak diantara anak-anak itu tidak menyadari hal normatif
seperti itu, mereka seolah tidak menyadari bahwa eksistensi mereka adalah
‘berkat’ dari Ushuluddin, kebaikan Ushuluddin, luasnya Ushuluddin.
Sungguh memalukan memang hal
normatif seperti itu tidak mereka sadari, bahkan dari fakta yang penulis
temukan kebanyakan diantara anak-anak itu justru berfikiran yang
kontradiktif dari fakta yang ada, ‘kenapa sih Ushuluddin itu nebeng ama
dakwah’, pernyataan bodoh dan tolol seperti itu haruslah dikoreksi ulang,
mereka tidak menyadari dan tidak mempelajari sejarah sebagai sesuatu yang dapat
menyadarkan, mereka hanya mencoba meraba-raba dengan mata yang tertutup, dan
hasilnya pun dapat ditebak, kekeliruan dalam pengambilan kesimpulan.
Banyak hal yang berkaitan dengan
fenomena-fenomena yang terjadi itu, hal ini dengan jelas menunjukkan supremasi
Ushuluddin sebagai fakultas ‘samawi’ sedang dalam fase kemunduran,
orang-orangnya tidak lagi berjiwa Ushuluddin, Ushuluddin tidak lagi menyadari
menyadari diri mereka sendiri, mereka hanya menyadari diri mereka sebagai
fakultas, tidak lagi sebagai pemilik dari tanah yang dijanjikan.
[1] http://pojokinspirasiUshuluddin.blogspot.com/2012/06/tiga-fakultas-samawi-Ushuluddin-dakwah.html,
dany ramdhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar