Galau dan Revolusi Pemikiran
Dalam
hal ini. Penulis sekedar hanya ingin mengurai secara sederhana tentang sabda galau, yang pada akhirnya berkesimpulan
sementara bahwa antara “galau” dengan revolusi dunia pemikiran itu sangatlah
erat kaitannya. Bahkan pada titik tertentu, ketika dalam kondisi galau, apapun
yang sebelumnya tak tergambar dalam pikiran, maka sesuatu itu akan terwujud.
Galau
sebagai Kondisi Jiwa
Ada
suatu masa di mana seorang individu mengalami suatu keaadaan yang di luar
biasanya, yaitu dalam kondisi kegalauan. Galau dapat diartikan sebagai suatu
keadaan goncangan jiwa yang terjadi secara alamiah yang diakibatkan oleh
berbagai macam sebab yang menjadikannya hadir di dalam jiwa individu tersebut.
Rasa tidak nyaman, gelisah,takut, pikiran jauh
melayang ke awang-awang mungkin itu merupakan sketsa sederhana orang
yang sedang mengalami kondisi kegalauan. Alasannya pun bervareatif, entah itu
disebabkan oleh cinta, rasa rindu, sedih, broken
heart, broken home, jenuh dengan
keadaan, ataupun ketidakpuasan atas penomena yang terjadi di dalam tatanan
masyarakat.
Galau
selalu berhubungan dengan wilayah perasaan seseorang yang sulit untuk diukur
kadar kegalauannya. Perasaan terkadang sulit untuk dipahami dan sulit untuk
dirasionalkan. Karena perasaan merupakan kecenderungan seseorang terhadap
sesuatu. Rasa takut seseorang tidak bisa disamakan dengan satu ditambah satu. Bahkan
perasaan tidak dapat secara utuh terwakilkan oleh kata-kata,
Sulit
dipungkiri memang, bahwa secara umun, kegalauan merupakan suatu kondisi yang
sangat tidak nyaman untuk disinggahi. Akan tetapi ada sebagian orang yang
merasa nyaman berada dalam fase kegalauan bahkan sampai mempertahankannya.
Berfikir sebagai Identitas
Manusia
didefinisikan sebagai hewan yang berfikir. Berfikirlah yang menyebabkan mengapa
manusia dibedakan dengan jenis hewan yang lainnya. pikiran merupakan hal yang
bersifat potensial sekaligus aktual yang ada bagi manusia. Berfikir merupakan
suatu aktivitas manusia dalam memikirkan sesuatu hal yang bersifat objektif. Di
satu sisi, pikiran manusia menempati posisi sebagai subjek, karena ia memfungsikan
diri sebagai pelaku atas segala sesuatu. Dan di sisi lainnya, pikiran manusia
diposisikan sebagai objek sekaligus subjek dalam waktu bersamaan karena ia menjadi
objek berfikir.
Manusia
berfikir adalah manusia yang mengarahkan (intensionalitas)
pikirannya terhadap objek yang ada dihadapannya. Hubungan antara pikiran (subjek) dengan suatu benda (objek) akan menghasilkan suatu
pengetahuan (episteme). Berfikir berarti
adanya sutu hubungan yang kuat antara manusia sebagai subjek, benda sebagai
objek dan pikiran sebagi hasil. Pada dasarnya, semua apa yang masuk ke dalam pikiran
manusia itu masuk begitu saja dan berceceran, sama halnya dengan seseorang yang
memasukan semua jenis buku ke dalam perpustakaan tanpa membereskan dan
mengklasifikasinya. Kemudian, kehebatan pikiran kita adalah semua yang berserakan
tadi dapat disusun dan diklasifikasikan secara automatis.
Dari Galau ke Revolusi Pemikiran
Yang
menarik adalah ketika penulis melihat ada suatu yang berbeda atas fenomena galau
yang terjadi pada manusia-manusia tertentu. Ketika dalam keadaan galau, mereka
mampu untuk melakukan sebuah revolusi pemikiran terhadap masalah yang sedang
mereka hadapi. Berawal dari melihat situasi dan kondisi keadaan sekitar,
melahirkan sebuah ide dan gagasan cemerlang yang merupakan sebuah produk
pikiran yang sebelumnya tidak terfikirkan.
Bagi
seseorang yang mampu untuk mengoftimalisasikan potensi kegalauan terhadap dunia
pemikiran secara positif, mereka akan mampu untuk menghasilkan suatu gagasan
atau ide cemerlang dari apa yang ia pikirkan atas fenomena objektif yang sedang
ia hadapi. Biasanya, dalam kondisi galau-lah seorang individu mampu untuk
berfikir melampaui. Ada banyak gambaran-gambaran (imajinasi) yang bermunculan di dalam pikiran ketika seseorang itu
sedang dalam keadaan galau. Dan hanya orang-orang yang dikaruniai kemampuan
yang lebih ketika ia mampu untuk mengsistematisasikan semua daya pikiran tadi
kepada wilayah yang real .
Dalam
cerita para Nabi di dalam agama Islam, ada beberapa study kasus yang dapat
dijadikan sebuah contoh bagaimana galaunya seseorang dapat bertrasformasi
terhadap pola pemikiran mereka, dan hasilnya sangat mengagumkan. Seperti kegalauan
Musa terhadap fenomena perbudakan Mesir kuno menghasilkan revolusi pembebasan kelas
budak. kegalauan Ibrahim atas pencariannya terhadap Sang Kebenaran,
menghasilkan Revolusi Kepercayaan dan Aqidah. kegalauan Muhammad atas fenomena kejahiliyahan
bangsa Arab Quraisy, berujung pada revolusi sistem aqidah dan sosial Arab.
Semakin
tinggi tingkat dan potensi kegalauan seseorang, maka akan semakin kuat pula
daya imajinasi yang dihasilkan oleh pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar