Oleh: Ulfiana
Kawan, kalian pasti
pernah melihat segerombolan orang yang mengamen di jalanan bukan? Terkadang ada
pengamen yang menyanyikan lagu dengan alunan angklung dan berjalan di tepian
jalan sembari menjajakan suara emasnya. Angklung merupakan kebudayaan dari
Sunda sehingga tidak heran jika pengamen mengenakan busana khas Sundanya.
Angklung-angklung itu pun dimainkan dengan lihai-nya sehingga nada dan suara terasa
sangat harmonis dan indah.
Kemudian pengamen dengan
ondel-ondel yang berjalan layaknya mengarak pengantin mengitari jalanan yang
padat akan kendaraan. Mereka menabuh gendang yang menabur kebisingan namun
mengasyikkan dengan suara khasnya . Gerombolan pengamen ini sudah pasti
mengenalkan budaya Betawi. Keunikan budaya Betawi itu pun harus dikenal oleh
masyarakat luas.
Selain itu ketika kita
menginjakkan kaki di Jawa, terkadang kita menemui beberapa orang yang mengamen
dengan tabuhan gendang yang disertai “jaranan”. Masyarakat banyak yang menyukai
“jaranan” ini. Memang mereka tak kehilangan akal untuk mengenalkan budaya yang
semakin tergerus oleh zaman ini di pelataran rakyat. Meski pengamen memiliki
tujuan lain di balik pengenalan budaya, yakni mencari nafkah untuk keluarga
namun setidaknya mereka patut mendapat apresiasi.
Penulis berpendapat dari
beberapa fenomena tersebut, seharusnya pemerintah menyediakan ruang bagi mereka
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya karena budaya Indonesia semakin
hari semakin tidak diketahui oleh bangsa. Pemuda-pemudi lebih rela menonton
konser Korea yang harganya berjuta-juta ketimbang sekadar meluangkan waktu
untuk mengenal budayanya sendiri. Inilah hal yang paling ironis yang terjadi
pada bangsa yang telah terjangkit penyakit demam Korea atau lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar