Oleh; Dedy Ibmar **
Malam ini, malam yang begitu dingin, angin bertiup
lembut, namun bau matahari masih begitu akrab pada jendela kamar. Melupakan
kekecewaan pada secangkir kopi yang malah dirayakan semut. Tepat disamping
gelas terdapat satu bungkus rokok lengkap dengan korek api kayu yang biasa
kugunakan. Laptop dan buku-buku belum sedikitpun kusentuh padahal niatan awalku
ialah membuat suatu artikel untuk kukirimkan ke media masa.
Dari dalam, tampak didepan kost jalan masih basah
dengan genangan air yang menyerbu langit sore tadi. Ntah karna cuaca yang sejuk
atau apa, tiba-tiba lamunanku berubah menjadi melankolis. Pikiran itu menyerang
dan menusuk hati hingga membuatku menarik nafas panjang dan memejamkan mata.
Wajah itu.. dengan jilbab yang menutupi rambut, mata yang tajam, kedua pipinya
penuh, yang jika dipandang dari dekat maka akan tampak sosok gabungan antara
Dian Sastro dan Nabilah jkt48 (oke sipp, ini lebayy).
Aku masih ingat, disebuah acara OPAK, Tuhan berhasil
mempertemukanku dengan dirimu. Sungguh pertemuan yang tak bisa terlupakan. Begitu
membekas, dan masih terus membayang hingga sekarang.
Entah mengapa aku benar-benar telah jatuh cinta pada
dirimu, aku tak tau apa alasannya. Aahh, bukankah cinta memang tidak butuh
alasan?. Yang pasti aku bertemu, bercengkrama, berdebat, hingga akhirnya aku
jatuh cinta padamu. Einstan sangat benar dalam hal ini. Ternyata waaktu begitu
sangat cepat berlalu.
Dan seperti layaknya tokoh protagonis dalam serial
drama korea, aku ingin sekali mengungkapkan perasaanku ini. sungguh, sangat
ingin. Menahan diri untuk tidak menyatakan cinta padamu rasanya seperti menahan
rokok sehabis makan. Sulit sekali.
Kemudian, suatu waktu, aku mencoba mengutarakan
perasaan. Tapi sayang, meski betapa kuatnya kau mengetahaui kedalaman cintaku,
kau tetap tidak bisa menerimaku. Sikapmu yang diam disertai dengan tetesan air
mata, kuanggap sebagai penoakan halus. Ketika itu, aku sadar, mungkin kau masih
kurang stres untuk bisa menerima lelaki seperti aku.
Setelah penolakan itu, beberapa kali aku terus
mencoba yang pada akhirnya usahaku berbuah hasil. Cintaku diterima. Meski dalam
hanya sekitar 6-7 bulan aku harus kembali kepada gelap dan meceritakan
kehilangan.
Perjalanan itu menyadarkanku bahwa mencintai adalah
menerima, termasuk segala hal yang memberatkanku. Aku akan membawanya seringan
kapas untuk bergerak, sebebas merpati untuk tidak saling mengikat. Yang penting
ia tahu bahwa aku menunggunya, aku membutuhkannya. Didepanmu, aku hanya ingin
mencinta tanpa perlu banyak janji. Berdua bahagia sewajar dan sesederhana
mungkin, tumbuh dan berkembang bersama menikmati fase hidup yang terjalani. Itu
bayangah kebahagiaanku dulu.
Namun kini, cerita beserta angan-angan itu sudah
berlalu. Entah apa yang sedang kau kerjakan. Tapi yang pasti, kau pasti tidak
sedang memikirkan cerita kita.
Perlahan kudengar kabar bahwa kau sudah menjalin
hubungan dengan seseorang. Tentu itu kabar yang menyakitkan. Namun layaknya
jagoan, aku berusaha untuk tenang dan sok kuul. Kendati perasaanku remuk dan
ragaku mengamuk.
Aah, Jika mencintaimu adalah sebuah dosa, sudah pasti akulah orang pertama yang masuk neraka.
Dafuq
BalasHapus