Oleh: @Piush_Ushul
1. Analisa mimin tentang "Tuhan Membusuk, Rekonstruksi
Fundamentalisme Menuju Islam Kosmopolitan" #SelamatMenyimak
2.
Kalimat tersebut adalah tema yang diangkat oleh panitia Orientasi Cinta
Almamater (Oscaar) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.
3.
Dan gara-gara kalimat itu, publik kembali riuh bergemuruh. Ada yang menghujat,
ada juga yang membela. Dalam hal ini yang paling kontra adalah FPI.
4.
Tapi mari kita bersihkan jiwa dan pikiran, lantas kita analisa kalimat yang
menghebohkan kaum muslimin se-Indonesia tersebut.
5.
Sebenarnya, bagi mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat, pembahasan tentang Tuhan
itu sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa saja.
6.
Terlebih bahwa di Fakultas Ushuluddin memang secara akademik diwajibkan untuk
bersentuhan secara langsung dalam kajian tersebut.
7.
Ada Mata Kuliah "Teologi Islam" yang di dalamnya membahas tentang Dzat,
Sifat, dan 'Af'al Tuhan.
8.
Dalam mata kuliah tersebut juga dipaparkan wacana perdebatan aliran-alitan teologi
sepanjang sejarah peradaban Islam.
9.
Dari semua perdebatan para teolog mengenai Tuhan, ada satu hal yang mereka
tidak pernah berbeda. Mereka berbeda dalam banyak hal, tapi tidak dalam Tauhid.
10.
Bahwa semuanya bersepakat "Tuhan itu Ada, dan Ia itu yang Maha Esa".
Itulah ajaran inti dari teologi Islam, Ajaran tentang Tauhid.
11.
Dalam sistem ajaran Islam, ada kalimat tauhid, yaitu ‘La ilaaha illa Allah’. Yang
artinya Tidak ada tuhan selain Allah.
12.
Kata ‘Laa ilaaha’ itu berarti kita telah menjadikan “Tuhan itu Tiada”. Dalam sistem
bahasa arab, itu kalimat ‘nafiyah’ atau negatif.
13.
Namun, Islam tidak lantas menjadikan ‘Tuhan itu Tiada’ untuk selamanya. Islam
melanjutkan dengan mengafirmasi Tuhan yang senyatanya, yaitu Allah.
14.
Lantas mengapa harus ada kejadian seperti yang dilakukan oleh "sebagian"
Mahasiswa Ushuluddin Sunan Ampel Surabaya?
15.
Dalam menyikapi hal itu, mimin sendiri tidak terlalu 'terkejut' apalagi sampai
mengatakan 'Wow'.
16.
Jika mimin analisa, setidaknya ada beberapa alasan mengapa hal itu bisa
terjadi.
17.
Pertama, sebagai kritik terhadap realitas sosial-keagamaan yang terjadi di
masyarakat. Ada pergeseran makna prihal Tuhan di masyarakat secara praktis.
18.
Mahasiswa tersebut ingin menyampaikan bahwa Islam itu agama yang utuh dan
menyeluruh. Namun sebagian kalangan kerap mengklaim kelompoknya sebagai yang paling
benar.
19.
hal itu juga pernah dilakukan oleh filosof Jerman, Friedrich Nietzsche yang
mengatakan “Tuhan telah Mati” (god is tod).
20.
Kalimat tersebut merupakan kritik atas fenomena masyarakat modern yang secara
keagamaan sudah meninggalkan Tuhan. Manusia modern, baginya, sudah membunuh
Tuhan.
21.
Kedua, sebagai sarana untuk menunjukan eksistensi dirinya. Dan biasanya hal ini
kerap terjadi di mahasiswa basi yang ingin terlihat 'Waw' di mata mahasiswa baru.
22.
Karena bagaimana pun kalimat tersebut bernuansa kontroversi, bias makna, dan
multi-tafsir, maka tak heran jika dipermasalahkan.
23.
Dalam ilmu hermenetik, kalimat tersebut sudah bukan lagi milik si penulis lagi,
melainkan milik si pembaca. “Si Penulis telah Mati”.
24.
Si pembaca sendiri dengan sangat leluasa memiliki hak untuk menafsirkan apa
maksud dari kalimat tersebut.
25.
Dan karena realitasnya umat muslim Indonesia kebanyakannya kaum 'awam, maka
tentu kalimat tersebut akan terkesan 'sesat-menyesatkan'.
26.
Tetapi bagi kalangan khawas dan khawas
al-khawas, kalimat tersebut akan dinilai lebay, biasa aja dan basi.
27.
Karena sejatinya Tuhan itu Maha Segalanya. Mengutip istilah Gus Dur, ‘Tuhan itu
tidak perlu dibela.”
28.
Mimin tidak akan menilai kalimat itu benar atau salah. Tetapi ingin
menyampaikan bahwa kalimat itu kurang bijak untuk dikonsumsi publik.
29.
Setiap ucapan ada tempatnya, dan setiap tempat ada ucapannya. Seperti halnya
yang terjadi pada sosok Syekh Siti Jenar.
30.
Sebagian umat Islam menganggap Syekh Siti Jenar sesat karena ajarannya yang
terkenal, yaitu “Manunggaling Kawula Gusti”. Padahal ia seorang sufi dan
penyebar Islam di Jawa.
31.
Bersikap bijak itu lebih baik dari pada menuai kontroversial. Namun wacana
intelektual-progresif harus senantiasa dikembangkan.
32.
Untuk kawan2 FUF UIN Sunan Ampel Surabaya tetap semangat dan mari kita
teriakan: Yang Penting Ushuluddin.
33.
Kontroversi pemikiran harus diselesaikan melalui forum-forum akademis, bukan
malah membuat suasana menjadi memanas dan bergejolak.
34.
Kita harus berbaik sangka bahwa maksud kawan-kawan FUF UIN @sunan_ampel itu
tidak untuk menistakan agama tertentu.
35.
kita juga harus maklum bahwa jiwa mahasiswa itu kritis meski selalu menuai
kontroversi.
36.
saat buah dari pemikiran itu berakhir di balik jeruji, maka tradisi intelektual
akan mati.
37.
"Tuhan Membusuk" jangan kita amini bahwa ia benar-benar termakan oleh
waktu. karena ia bukanlah "Materi" yang satu saat akan rusak.
38.
ketika "Tuhan Membusuk" menuai kontroversi, mari kita selesaikan di
forum-forum ilmiah. mari kita luruskan, jangan malah dipolisikan!
39.
Sebagai Insan Akademis, tentu mahasiswa selalu memiliki argumentasi logis dari
apa yang ia nyatakan.
40.
Mari kita bersikap bijak, walau jarang bayar pajak.
41.
sesekali, hal yang dilakukan oleh kawan2 FUF UIN @sunan_ampel memang membuat
dunia pemikiran bergairah kembali.
42.
Semoga Tuhan 'tersenyum' saat umat Ushuluddin masih ada yang memperbincangkannya.
43.
Sekian dan semoga tercerahkan ! #YangPentingUshuluddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar