II
Hari selasa, hari yang cerah kala
itu. Tetapi entah, gugusan awan gelap menghampiriku secara tiba-tiba. Aku mulai
tersenyum, tersenyum kembali dan rasanya ini akan terulang kembali. Tetapi,
jangan sampai hujan itu datang kembali. Menghampiriku, yang seakan hanya
mengejekku, meremehkanku. Cermin itu mulai berbicara, genangan air yang di
pertengahan jalan yang berlubang itupun mengataka sesuatu. “Kamu payah lina,
kamu tidak berhasil lagi. Untuk kali ini, coba lain waktu kembali”.
Api, ketika aku yang hitam ini
berbicara api. Memang bukan kamu yang hadir, tetapi entah siapa. Dia sosok yang
masih aku kagumi sampai detik ini, yang entah kapan pula menyingkap selimut
yang masih melumuri wujudnya. Api, ke’eksotis’an mu masih terjaga asri. Hijau
bagaikan, rerumputan liar yang belum tergores sedikitpun oleh manusia yang
katanya dari keturunan Adam itu. Tetapi, kamu tetap merah mempesona. Masih di
labirin yang teramat gelap itu, kamu menuntunku dengan cahaya merahmu. Kamu
bertransformasi menjadi lentera penerang jiwaku, kaki-kaki kecil ini terbantu
berkat jasamu.
Ciputat, 22 Shafar 1435 H (13:10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar