Teks
Sumpah Pemuda: Sebuah Narasi yang Telah Mati
@ramdhany12
Djakarta, 28 Oktober 1928
Setiap
teks lahir, kemudian hadir di tengah-tengah kita dalam bentuk yang beragam dan
memiliki dimensi sejarahnya masing-masing. Teks yang lahir dan kemudian hadir
tentunya membawa sebundelan serat-serat makna yang ingin disampaikan. Meski
sangat sulit bagi kita untuk menemukan sebuah pemahaman yang utuh dan
menyeluruh dari sebuah teks yang kita temui, tak terkecuali teks sumpah pemuda.
Hadirnya
teks tentunya memiliki sabab-musabab yang menjadi landasan dasar atas lahirnya
teks sumpah pemuda tersebut. Teks tersebut memiliki keterhubungan dengan beberapa aspek,
seperti penulis, horizon pengetahuan sang penulis teks, waktu, tempat dan
situasi dan kondisi sosial-politik pada saat teks itu dibuat. Ketersituasian
teks sumpah pemuda yang menjadikannya memiliki nilai yang bersipat terbatas dan
temporal.
Teks
yang merajut sebuah narasi-proposisi tidak memiliki suatu penilaian yang tidak
bias terlepas dari sebuah kenyataan peristiwa. Teks sumpah pemuda tentunya
memiliki suatu peristiwa dimana para pemuda --perwakilan dari keseluruhan
poetra-poetri Indonesia seperti Jong Java,
Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong
Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda
Kaum Betawi-- telah bersepakat dalam tiga hal, yaitu bertanah-air, berbangsa
dan berbahasa persatuan. Ketiga point tersebut berlabuh pada satu kata, yaitu
Indonesia.
Dahulu, Sumpah Pemuda
merupakan sebuah bukti otentik yang memiliki suatu makna tertentu. proses kelahiran Bangsa Indonesia ini dan semangat nasionalisme merupakan buah dari perjuangan rakyat
yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat
itu, kondisi ketertindasan dan
penjajahan atas pribumi inilah yang kemudian mendorong sebagian
pemuda Indonesia pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat
harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli. tekad inilah
yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya beberapa tahun kemudian setelah teks Sumpah Pemuda
dideklarasikan.
Masalah
arti dan makna yang terkandung dalam suatu narasi-proposisi merupakan hal yang
sangat mendasar. Pada awal kehadirannya, teks sumpah pemuda mengandung
pemaknaan suatu tekad penyatuan yang diikrarkan oleh para putra-putri Indonesia
era 30-an. Dengan kata lain, pada saat itu, teks sumpah pemuda memiliki nilai
kekuatan atas perjuangan. Bagi para penggagasnya, menghadirkan sumpah pemuda
merupakan suatu keharusan demi terwujudnya nilai-nilai persatuan dan sebagai
kendaraan politik untuk melawan para penjajah yang sudah sekian lama bertamu di
bumi pertiwi ini.
Kini,
Semangat nasionalisme kian memudar, dan semangat primodialisme atau kesukuan
semakin menguat. Dan itu merupakan realitas yang tidak bias dipungkiri bagi
bangsa Indonesia saat ini. Berbagai fakta temuan untuk membuktikan kebenaran
pernyataan tersebut bukan merupakan hal yang sulit bagi kita, karena media
informasi semakin mudah kita dapatkan kapanpun dan dimanapun.
Jika
kita mencoba untuk membandingkan dan menguji sejauh mana teks Sumpah Pemuda itu
memiliki suatu nilai pemaknaan yang berbeda pada masa kelahirannya dengan masa
kehadirannya pada saat ini, tentunya kita akan mendapatkan suatu kesimpulan
bahwa teks sumpah pemuda tidak lain hanya sebatas narasi yang telah mati, yang
dijadikan sebuah moment sakralisasi tanpa ada dampak apapun bagi bangsa ini.
terkecuali hanya dijadikan sebagai momentum ritual tahunan.
Penulis
ingin menegaskan bahwa untuk saat ini di zaman kontempor ini, disaat para
pemuda Indonesia mulai apatis, alayis dan autis, nilai-nilai yang
tekubur dalam teks sumpah pemuda tidaklah memberikan suatu makna apa-apa
terkecuali hanya sebatas pengetahuan atas sebuah fakta realitas sejarah yang
telah berlalu. Jika kita berharap sesuatu yang lebih dari itu dan memberikan
epek yang sedemikian luar biasanya seperti yang pernah terjadi pada waktu
dahulu ketika bangsa ini melakukan sebuah perlawanan untuk mewujudkan
kemerdekaan dan kedaulatan, maka hal demikian merupakan angan-angan dan harapan
utopis belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar