Tuhan telah mati tuhan tetap mati, dan
kita telah membunuhnya__
Nietzsche
Latar hidup nietzsche adalah ketika
gereja masih menguasai beberapa aspek kehidupan manusia, tak ada manusia yang
benar-benar utuh memiliki dirinya sendiri, kurungan moralitas agama telah
merenggut hal itu, yakni kebebasan manusia. Nietzsche hidup pada kelurga
kristen yang taat, ayahnya seorang katolik, ibunya seorang lutheran
(protestan). Hidup ketika masa kecil hingga dewasa dalam lingkungan wanita.
Nietzsche dalam birth of tragedy menggambarkan
manusia sebagai makhluk yang menggunakan nalar sebagai upaya penghindaran
manusia dari ketidaktahuan terhadap kebenaran yang rill. Nietzsche lebih
cenderung pada manusia sebagai makhluk instingtual dan irrasional dan tak ada
apapun yang disebut kebenaran. Tulisannya tersebut menitikberatkan pada upaya
masyarakat yunani yang mencoba melarikan diri dari kenyataan dunia. Kritik ini
sebenarnya disampaikan untuk platonian yang dalam rasionalismenya sangat
mengesampingkan indra manusia dalam mencapai sebuah pengetahuan yang sejati,
akibatnya platonian akan berkesimpulan bahwa dunia ini hanya ilusi
dan menyimpang dari sebuah dunia yang rasional. Bagi nietzsche indra akan lebih
mempertajam dan mengajari kita untuk berfikir, sekalipun tidak menolak nafsu
juga dapat mengajari kita tetapi indra juga memberikan peranan penting tentang
bagaimana kita memandang dunia ini.
Hidup ini berbahaya, tragis, penuh
penderitaan, dan mengerikan, tetapi kita harus menghadapinya. Dalam konsep “ubermansch”,
atau walter kauffman menyebutnya overman, atau manusia atas. Konsep overman
bagi nietzsche merupakan sebuah konsep untuk menggambarkan bagaimana manusia
masa depan menghadapi realita, manusia atas yang menciptakan nilainya sendiri,
orang yang berkata ‘ya’ terhadap kehidupan, bukan orang yang melarikan diri
dari gersangnya tanah kehidupan ini.
Jika manusia terus menerus hidup dalam
pengikatan diri pada tuhan, maka ia akan terus terkurung pada kebodohan yang
terus ia jaga tanpa ia sadari hanya akan menutup celah bagi realitas untuk
dapat ia sadari, realitas apa yang ada diihadapannya. Untuk memutus mata rantai
kebodohan itu, ia harus terlebih dahulu membunuh tuhan, meninggalkan secara
paksa apa yang selama ini mengikatnya dalam suatu ketidakjelasan tentang apa
yang ia yakini selama ini. tuhan telah mati dan kitalah yang membunuhnya,
ungkapan seperti itu menunjukkan dikotomi yang diciptakan oleh agama terhadap
manusia sebagai makhluk yang utuh telah diputus mata rantainya oleh nietzsche,
sehingga tak ada lagi manusia yang terkurung dalam kurungan moralitas agama
sebagai sesuatu yang memenjarakan manusia dalam kebodohan dogmatis.
Ubermansch atau overman yang sejati itu adalah
filsuf pra-socrates,kenapa demikian, sebelum sokrates menjadi seorang filsuf
memberikan batasan-batasan mengenai kebenaran tentang pengetahuan orang-orang
pra-socrates telah menjadi diri mereka sendiri, dimana mereka memiliki semangat
pencerahan yang tak terikat pada hal apapun, kebenaran bukan sesuatu yang
dimutlakkan. Mereka bukan socrates yang memberi tahu bahwa ada dunia metafisis,
mereka bukan plato yang menjustifikasi dunia yang rill pada dunia idea dan
bukan pula aristoteles yang terjebak pada materi yang ada sebagai suatu
kenyataan yang utuh, tetapi mereka adalah sang pencari kebenaran, mereka adalah
orang yang sanggup menghadapi keberingasan hidup dan terus mencari atom dalam
tumpukan jerami.
Tradisi dyonisian melekat pada
orang-orang mabuk ini dalam mencari apa yang disebut sebagai kenyataan dan mengejar
nilai-nilai yang dapat disebut sebagai kebenaran. Tak heran nietzsche
mengkritik filsuf pra-socrates yang mulai lelah dengan pencarian kebenaran
dengan ucapan seorang pesimistis yang menyerah dengan keadaan dengan mengatakan
bahwa ada dunia metafisik yang berada dibalik semua ini. Kengerian hidup tak
lagi mampu dihadapi oleh orang-orang masa socrates dan setelahnya, cenderung
menyerah, bergerombol dan lemah, itulah manusia-manusia yang belum berhasil
melampaui asa kehidupan.
Di dalam also sprach zarathusta, nietzsche
mengandaikan sebuah dunia yang abadi dengan perulangan-perulangan yang tiada
habisnya. Segala sesuatu yang ada tidak pernah berhenti pada suatu proses yang
telah selesai, tetapi ia terus menjadi, hancur dan terus berulang
seperti itu tanpa pernah berhenti. Tak ada sebuah kuasa didalam proses itu yang
memengaruhi jalannya proses tersebut, pengandaian ketiadaan tuhan atau sang
pencipta dalam perulangan abadi. Tak ada ide atau sein yang
kreatif dalam proses penciptaan dunia ini dan bagaimana jalannya, selalu tak
berubah dari ‘kembali’ secara ‘sama’ tentang kejadian-kejadian tersebut.
Pengandaian ini seolah-olah mengakui eksistensi tuhan secara diam-diam,
stabilitas dunia dan keabadian tentulah tak lepas dari faktor eksternal dari
segala yang ada ini. Hal ini dibuktikan nietzsche dalam “hukum kekekalan
energi” yang terus mengandaikan akan keabadian dari materi.
Kemudian masih di dalam also sprach
zaratusta nietzsche mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang lain selain
yang ada di bumi ini, segala sesuatu merupakan hal yang sudah “membumi”
atau “imanen”. Dan ubermanch atau overman adalah manusia
yang telah melampau kemanusiaan itu sendiri dengan penerimaan dunia apa adanya
dan menghadapinya tanpa lari kepada hal yang bersifat transenden.
Lukisan, merupakan sebuah presentasi dari
imajinasi seseorang tentang sesuatu yang digambarkan dalam sebuah lukisan,
orang-orang selalu berpikir dengan campuran cat diatas kanvas dan pembentukan
sebuah form atau bentuk telah mem-final-kan apa yang terjadi
dalam bentuk lukisan, tapi orang itu keliru segala sesuatu ini akan terus
menjadi tanpa pernah berhenti selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar