Gulung Tikar Kenangan
Menyedihkan. Senja itu aku sendiri keluar kamar.
Bukan mencari udara segar. Mungkin cukup secangkir kopi. Menyeruputnya demi
sedikit, diasapi samsu, dan satu lagi, mendengarkan cerita. Cerita apa saja,
dari seorang teman atau kenalan. Ku pikir itu sejenak membantuku melupakan diri
sendiri yang kacau. Mungkin juga, Pendengar Cerita adalah profesi baru yang
belum banyak orang tahu. Barangkali.
Langit cerah sore itu. Setelah adzan magrib, ku
saksikan jejak surya berupa mega kemerah-merahan. Seperti wajah pengantin baru
malu-malu mau masuk kamar.
Tapi sudahlah, yang penting akhirnya ada satu
teman ngopi dan siap ku dengarkan ceritanya. Cerita apa saja.
Kami berdua meluncur, menyeberangi deras lintas
jalanan, mencari sebuah angkringan, yang kalau tak salah berlokasi di Jl.
Pisangan. Ternyata tutup. Mungkin bangkrut.
Kami meluncur lagi, berbalik arah, memotong
jalan, menuju daerah Mabad. Menurut temanku itu, ada sebuah angkringan juga di
sana. Ia pernah ngopi bersama pacar yang telah berubah mantan, beberapa waktu
silam.
Aku setuju. Sekalian mengantarnya ke muara
nostalgia. Mengusap-ngusap pudaran memori, dan apa sajalah.
Apapun bisa mengikat kenangan. Entah suara,
warna, tempat, juga bau Termasuk angkringan yang kami tuju.
Hmm, pasti temanku ini akan bolak-balik cerita
tentang mantannya, melebihi panjang jarak tempuh roda motor atau sekuat dan
setabah semburan lumpur Lapindo. Mengingat akhir kisah mereka kurang stabil.
Begitu yang ku terima menurut kesaksian beberapa teman dan saksi kunci.
Di atas motor yang kami kangkangi, muter-muter
tak ketemu. Angkringan itu tanpa bekas. Tutup pun tidak. Tak ada jejak. Mungkin
gulung tikar.
Begitulah, kenangan seorang teman yang gulung
tikar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar