Tafsir Kata Ta’aruf; Studi Analisis Morfologi Ilmu Sharaf
Dhani Kamal
Artikel dalam kategori tafsir ini
tidak menjadi pedoman yang perlu diimani bahkan dikultuskan, karena pada
dasarnya, Tafsir bukan al-Qur’an dan begitupun al-Qur’an bukan Tafsir (meminjam
istilah @Moqsith ). Ta’ruf di temukan dalam al-Quran QS. Al-Hujrat;
13, dalam bentuk fi’il amr yaitu lit’ârafû, Untuk
mengawali morfologi Sharaf sesuai judul diatas, pada artikel ini penulis akan
mengenalkan istilah Nashrif, sebuah tradisi cara belajar di
Pesantren, jika anda menyempatkan diri berkunjung ke Pesantren dan mendengar
kata nasara yansuru nasran, doroba yadribu dramben, fahuwa nunutan
wa daka nyarekan, ballik (diperlukan kemahiran Bahasa Sunda dan
nuansa heureuy ala Pondok untuk menikmati bagian estika kata-kata
ini). Itu adalah sekian dari beberapa “plesetan” Nashrif.
Nashrif yang merupkan morfologi ilmu
Sharaf adalah bagian dari program belajar dalam rangka “maharat
al-sharaf” untuk mengasah kemampuan menguasai ilmu sharaf; sebuah ilmu
yang mempelajari struktur bahasa Arab, dengan Nashrif, kita
akan mengetahui asal-muasal kata dalam bahasa Arab dan beberapa derivasinya,
jika dicotohkan dalam bahasa Indonesia, seperti kata memakan, makanan, tempat
makan, makanlah! Adalah modifikasi dari kata “makan” begitu pun dalam
bahasa Arab, dari kata ilmu, kita akan menemukan Mualim, ma’lum, taklim, alim,
dan maklumat, maka jelaslah sangat penting sekali mempelajari ilmu
Sharaf, sehingga tidak satupun lembaga pesantren yang meluputkan kajian ilmu
ini dalam kurikulum pelajarannya.
Mempelajari Nashrif berarti
kita akan di tantang untuk menghafal berbagai wazn (timbangan kata), jika
dihitung semua tasrifan di urut dari mulai fi’il madi, fiil mudâri,
masdar, ism Fâil, ism Maf’ûl, fi’il amr, fi’il nahyi, ism zaman, ism
makan dan ism alat, jadi semuanya ada 10 bentuk, seperti
kata nasara-yansuru-nasran-nasirun-mansurun-unsur-lâ
tansur-mansarun-mansarun-minsarun. lalu perkata dari bentuk tersebut
masih bisa dipecahkan dalam kiasan-kiasannya, seperti dari fi’il mâdi (nasara) menjadi
14 pecahan, sesuai dengan tuntutan bahasa Arab menghendaki adanya mufrad,
tasniyah, jamak, mudakar, muanas, mukhatab, gâib, dan mutakllim.
Selain bisa dikiaskan menjadi 14
pecahan, lapad Nasara juga bisa dimodifikasi kedalam 39
bentuk, hal ini sesuai dengan gramatika bahasa Arab, yang terdapat tsulasi-ruba’i,
mujarrad-mazîd, asli-mulhak, mazîid bi harfin-biharfain-bitsalatsatiahrûf. Maka
terdapat beberapa bentuk wazan, fa’ala-yafu’lu, fa’ala-yaf’ilu,
fa’ala-yaf’alu, fa’ila-yaf’alu, fa’ula-yaf’ulu. dan fa’ila-yaf’ilu. Dan
inilah kelompok fi’il yang termasuk fi’il Tsulatsi
mujarrad. Belum lagi terdapat tsulasi mazîd, Rubai’mujarod,
Ruba’i mazid, dan mulhak ruba’i mujarod dan ruba’i mazid.
Di pesantren Baitul hikmah, Haurkuning,
seorang santri diperlukan waktu 1 Bulan untuk menghafal dan memahami Nashrif dan tektek
bengek-nya. Dengan intensitas belajar yang rutin, dengan Jargon ”Tatalaran” seorang
santri akan memanfaatkan waktu luang dari mengurus dirinya dengan ”tatalaran” seorang
santri yang tidak menyukai “tatalaran” ibarat Tukang Pos yang salah
alamat, masuk ke Pesantren alat. Seperti Haurkuning.
Sebagai alumnus pesantren alat, seorang
santri akan sangat peka terhadap kata dalam bahasa Arab, ketika mendengar satu
kata bahasa Arab, dia akan langsung bisa menebak asal muasal bahkan makna yang
dikandung dalam kata tersebut, sehingga dia tidak akan sulit membedakan
perbadaan dan persamaan dari keduanya, penulis mengambil contoh kata Musyawarah
dan kata Ta’aruf dalam al-Quran.
Secara disiplin Nashrif (Sharaf),
kata Musyawarah diambil dari kata Syâroka, yusyâriku, musyârakah,
ber-wazn Faaala, yufâilu, mufâa’lah termasuk dalam
katagori Tsulasi Mazîd biharfin. Yang menunjukan
arti musyarakah baina al-Istnaini (Komunikasi dalam dua
orang), sementara kata Ta’aruf secara Nashrif diambil
dari kata Taâ’arafa, Yata’ârafu, Ta’ârufan, ber-wazn
Tafâa’ala, Yatafâa’alu, Tafâ’ulan, yang menunjukkan arti musyarakah
baina al-Itsnaini fa aktsara (komunikasi dalam dua orang atau
melebihi).
Dalam kasus sehari-hari kita akan
mengenal kata “Pacaran dan Ta’arufan” dalam bahasa @malahayati (bagi anda yang
cowo pasti akan iri punya kekasih sepintar dia, dan bagi anda yang cewe pasti
banyak terisnpirasi) beliau membuat judul dengan “Pacaran vs. Ta’arufan” beliau
memberikan tulisan sebagai berikut:
PACARAN VS TA'ARUF
1. Pacaran
menikmati kelebihan pasangan, ta'aruf mengenal calon pasangan apa adanya.
2. Pacaran
memperindah topeng untuk pasangan, ta'aruf memperindah akhlaq di hadapan Allah.
3. Pacaran
menyalurkan syahwat. ta'aruf mengundang datangnya rahmat.
4. Pacaran
niatnya untuk menikmati, ta'arufnya niatnya untuk menikahi.
5. Pacaran
didukung oleh syaitan, ta'aruf dido'akan oleh malaikat.
6. Pacaran
biasanya diperlama. Ta'aruf justru dipersingkat.
7. Siap memacari
belum tentu siap menikahi. Siap ta'aruf udah pasti berniat menikahi.
Ketika dikembalikan ke asal-muasal dari
kata Ta’aruf secara ilmu Sharaf, maka makna Ta’aruf mempunyai makna komunikasi
melibatkan beberapa orang, maka bagi siapapun yang ingin segera Ta’aruf maka
anda harus menghadirkan keluarga anda bertemu dengan keluarga pacar anda,
sehingga menjadi komunikasi yang melibatkan berbagai pihak, karena dengan itu
sesuai dengan hakikat dari perkawinan, yang bukan hanya mempertemukan dua insan
(dua sejoli meminjam bahasa Ahmad Dhani) tapi mempertemukan, mengkomunikasikan
dua keluarga, dan itulah cita-cita besar yang di usung oleh kata Ta’aruf.
Wallahu a’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar