RAGAM BUDAYA: BELAJAR DARI SANG
LELUHUR
Oleh: Rian Wahyuddin
Ada istilah yang berbunyi
“ibu bumi bapak aksa” yang berarti bahwa ibu adalah bumi dan
bapak adalah langit. Demikian pitutur leluhur (ungkapan nenek moyang) yang
dianut oleh masyarakat Jawa. Bumi merupakan simbol dari ibu yang memberikan
kesuburan tanah sebagai tempat kegiatan pertanian, perkebunan dan lain
sebagainya. Sementara langit merupakan simbol bapak yang memberikan keberkahan
melalui hujan dan panas.
Ajaran ini mengajarkan
bagi manusia untuk saling menyayangi, melindungi dan menghormati bumi beserta
langit sebagaimana kita melakukannya kepada kedua orangtua. Jika merusak bumi,
maka langit akan marah.
Gerakan menyayangi bumi
yang kini telah rutin digembor-gemborkan, bahkan menjadi salah satu agenda
dunia yang digalakan antara lain lewat Traktat Kyoto Internasional, sejatinya
bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Banyak ajaran leluhur dari berbagai
suku di Indonesia yang menggaungkan nada serupa.
Filosofi ibu adalah bumi
dan bapak adalah aksa hanyalah salah satunya. Dalam kehidupan suku Asmat,
mengenal Asmat-nak yang juga mengajarkan keseimbangan hidup antara manusia dan
alam. Hingga hari ini,suku Asmat merupakan masyarakat berburu dan meramu, ini
artinya mereka sepenuhnya menggantungkan hidup pada alam. Sumber kehidupan
adalah sungai, pantai, dan hutan.
Filosofi dasar suku Asmat
menjaga keseimbangan kehidupan antara manusia dengan Sang Pencipta, manusia
dengan manusia dan manusia dengan alam pun bisa ditemui dalam konsep “Tri
Hitta” Karana yang dianut masyarakat Bali.
Semua ini menjadi sebuah
bentuk kearifan local (local wisdom) masyarakat asli Indonesia yang kian
dilupakan oleh masyarakat perkotaan khususnya dengan kehidupan modern yang
justru membwa mereka kepada belenggu permasalahan. Tak ada salahnya kita
kembali belajar pada sang leluhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar