Analisis Ontologi-Eksistensialis Mahasiswa
Oleh : Marvel Ramdany
Bencana besar yang mengerikan itu bukanlah banjir badang, letusan gunung merapi atau bencana Tsunami, akan tetapi ketika sosok manusia mulai hilang kesadaran dan tidak mengetahui keber-ada-annya di alam semesta sebagai suatu entitas makhluk yang unik, maka keadaan seperti itu merupakan suatu bencana diatas semua bencana yang sangat mengerikan.
Terlalu luas rasanya untuk kita bahasakan konsep keber-ada-an manusia di alam semesta ini. Dari mana manusia berasal, untuk apa manusia hidup dan akan kemana tujuan Akhir dari perjalana sejarah manusia, merupakan suatu tanda tanya besar yang harus bisa dijawab oleh manusia karena telah berani untuk mempertanyakannya.
Di sini, penulis mencoba untuk menyederhanakan suatu pemahaman tentang eksistensi manusia sebagai makhluk yang ber-ada. ada tiga unsur entitas yang meliputi “ada” yaitu dunia, benda-benda deskriptif dan manusia. Ketiga unsur tersebut kita seberhanakan kewilayah yang lebih kecil ruang lingkupnya. Katakanlah bahwa “dunia” itu “kampus” (Ushuluddin, ed), “benda-benda deskriptif” itu kita analogikan sebagai “benda-benda kampus” dan “manusia” kita analogikan sebagai “mahasiswa”.
Ketiga entitas diatas itu semuanya “adaan dari Ada” (beings not “Being”). akan tetapi terkadang orang sulit untuk membedakannya. Misalkan “wc fakultas itu ada” dan “mahasiswa itu ada”. antara “wc fakultas” dan “mahasiswa” itu sama-sama “ada”, akan tetapi wc fakultas bukanlah mahasiswa atau sebaliknya mahasiswa bukanlah wc fakultas. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagai mana cara kita sebagai mahasiswa untuk bisa membedakan secara real antara ketiganya. Agar kita dapat menyadari bahwa entitas kita sebagai mahasiswa mempunyai posisi yang sangat istimewa dan unik di kampus tercinta ini. Kita tidaklah ada dikampus ini terlempar secara cuma-cuma tanpa alasan yang pasti.
Mahasiswa (analogi manusia) adalah seperti yang telah dinyatakan oleh failasuf eksistensialis ternama yaitu Martin Haidegger, ia menyebutkan bahwa manusia itu “ada-dalam-dunia” atau kita asumsikan bahwa mahasiswa itu “ada-dalam-kampus”, yang artinya bahwa “ada” mahasiswa itu tidak bisa dipisahkan dengan kampus satu sama lain saling berhadapan. Akan tetapi mahasiswa sangatlah berbeda dengan fakultas atau benda-benda yang terdapat didalamnya. Mahasiswa dibedakan karena ia terlibat dan melibatkan diri secara aktif dalam fakultas tempat dia bersemayam. Mahasiswa berdiskusi, masuk kelas, bertanya, menjawab, ngopi, nongkrong, memprovok, memanipulasi dan lain sebagainya.
Sebagai makhluk yang unik, mahasiswa adalah satu-satunya “ada” yang mampu untuk mempertanyakan dan mempermasalahkan keber-ada-annya. Spidol, papan tulis, kantin dakwah,mesin poto copy, wc fakultas, dan sebagainya itu “ada” dengan begitu saja tanpa mampu untuk tawar menawar, apakah mereka itu ingin “ada” atau “tiada”.
Melalui pendekatan ontologis-eksistensialis, mahasiswa tidak begitu saga terlempar dan tergeletak kaku di kampus ini, akan tetapi mahasiswa “hidup” untuk dapat memaknai “kampus” sebagai tempat ia berdiam atau yang diistilahkan oleh Heidegger sebagai “manusia yang mendunia”. Ibarat sebuah kegelapan, mahasiswa adalah lentera kecil yang sedikit-demi sedikit akan mengungkap berbagai misteri yang tersembuniy dikegelapan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar