HMI
SEKARANG PENENTU TAKDIR MASA DEPAN INDONESIA;
SEBUAH
CATATAN KRITIS
Oleh:
Dani Ramdhany*
Rasanya tidak
terlalu berlebihan jika seandainya penulis berasumsi bahwa Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) merupakan realitas kecil dari negara-bangsa Indonesia. Turunan dari
asumsi tersebut adalah jika seandainya HMI selamat maka selamatlah Indonesia,
dan jika HMI bermasalah maka bermasalah pula Indonesia, dan seterusnya.
Kenyataan di
lapangan HMI telah membuktikan bahwa ia telah mampu memberikan kontribusi besar
dalam perjalanan Indonesia dari sejak awal kemerdekan sampai kini di era
Reformasi. Para anggota-kader HMI di awal kemerdekaan mengangkat senjata untuk
mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjungjung
tinggi harkat dan martabat umat muslim dengan cara menanamkan nilai-nilai
keislaman serta ikut serta dalam
menumpas paham komunisme yang dibawa oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Di
samping itu, para anggota-kader telah mampu memasuki berbagai elemen
kemasyarakatan dari wilayah pendidikan, agama, sosial budaya, dan pemerintahan baik itu legislatif,
yudikatif, eksekutif serta berbagai lembaga kenegaraan lainnya.
Kenyataan
tersebutlah yang mengindiksikan bahwa HMI dan Indonesia merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa terpisahkan.
Pada saat ini,
negara-bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan sosial
kemasyarakatan yang selayaknya membutuhkan solusi kongkrit. Masalah sosial
budaya yang berakar dari keberagaman suku, bahasa, primordial, dan agama
menjadi isu-isu menarik yang mengancam keutuhan dan integritas bangsa. Prilaku
ekonomi dan politik berlangsung dengan berbagai macam praktek korupsi, kolusi
dan nepotisme yang demikian itu sama sekali tidak berpihak kepada masyarakat
banyak. Penegakan hukum tidak lagi
terasa dan ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan persamaan hak bagi
setiap warga Negara di hadapan hukum.
Berbagai
masalah tersebut sudah menjadi keniscayaan bagi HMI untuk mampu menjawabnya
dengan cara memberikan kontribusi pemikiran dan solusi cerdas demi terwujudnya
tatanam masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Budaya
Konflik
Banyak yang
mengatakan bahwa konflik merupakan dinamika organisasi. Sepintas pernyataan
tersebut benar, bahwa tanpa adanya konflik, organisasi menjadi banal, jumud, stagnan, garing dan tidak berwarna. Tanpa adanya konflik
seolah organisasi tidak berkembang dan bersifat statis. Sehingga pada akhirnya
konflik merupakan suatu keharusan bagi eksistensi dan keberlangsungan
organisasi. Sekalipun suasana organisasi terasa “adem-ayem”, maka konflik haruslah diciptakan dengan cara
direkayasa.
Akan tetapi yang
harus ditekankan oleh kita adalah konflik yang terjadi itu seperti apa dan akan
berdampak apa. Apakan konflik yang menyehatkan atau bahkan akan merusak
organisme organisasi. Terkadang kita tidak pernah peka dan tidak
mempertimbangkan dampak dari konflik yang terjadi, baik yang natural maupun
yang direkayasa.
Fakta di
lapangan bahwa banyak sekali konflik internal organisasi yang mengakibatkan
kekacauan dan pertikaian di antara anggota-kader yang terjadi terus menerus dan
tidak berkesudahan. Sehingga pada akhirnya peranan HMI sebagai organisasi
perjuangan tidak optimal diimplementasikan dalam masyarakat luas. Anggota-kader
lebih disibukan dengan berbagai politik, strategi dan taktik bagaimana ia mampu
untuk menyerang lawan politiknya.
Lama-kelamaan kondisi seperti itu
akan menjadi sebuah tradisi yang bertahan lama. Konflik tidak sehat yang
ditradisikan menjadi sebuah budaya yang menjadi identitas khas yang melekat di
tubuh HMI. Citra di luar adalah HMI penuh dengan konflik internal yang tidak
pernah terselesaikan.
Jika sekiranya para anggota-kader yang memiliki
pahaman akan budaya konflik mengisi setiap pranata sosial, merekalah yang
menjadi penentu nasib pranata sosial kemasyarakatan tersebut. Maka sudah bisa
dipastikan bahwa masa depan Indonesia akan penuh dengan konflik-konflik yang
seharusnya tidak terjadi.
Karakter
Sebagai Indikator
Karakter setiap
anggota-kader akan membentuk karakter organisasi dan karakter organisasi akan
mengkonstruk karakter negara-bangsa Indonesia. Karakter akan menjadi indikator
bagi setiap langkah dan prilaku kita. Karakter yang baik akan menghasilkan
tindakan yang baik, begitupun sebaliknya.
Karakter HMI yang independen seharusnya menjadi
modal awal bagi setiap perjuangan yang diusahakan. Ke-independen-an HMI seolah
menjadi konsep kosong tanpa arti yang berlalu begitu saja bagai angin yang
berhembus meninggalkan kita. Idealnya, jika HMI telah mampu menerapkan karakter
ke-independen-an dalam kehidupan, sudah
selayaknya Indonesia akan Merdeka dalam berbagai aspek, baik dalam social
budaya, politik dan ekonomi.
Saatnya
Berbenah Diri
Maka sekarang sudah menjadi kepantasan bagi HMI
untuk mulai berbenah diri dalam berbagai aspek kehidupan. Merubah paradigma
bahwa HMI cenderung “pragmatis” menjadi organisasi yang “idealis”, menghindarkan
diri dari berbagai konflik yang menimbulkan pertikaian, menghijrahkan diri dari
kebanalan kepada produktifitas pemikiran dan karya, menegakan konstitusi di
setiap langkah perjuangan organisasi, kembali lagi kepada khittah perjuangan bahwa HMI harus menegakan nilai-nilai keislaman
dan keindonesiaan, serta HMI harus fokus pada tujuan bersama bukan tujuan
individual.
HMI
Harapan Indonesia
HMI adalah hulu
sedangkan Indonesia adalah hilir. Nasib hilir akan ditentukan oleh hulunya,
jadi nasib Indonesia tentunya tergantung dari sejauh mana HMI mampu untuk
mencerminkan nilai-nilai idealnya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketika HMI telah mampu untuk mengimplementasikan tujuan utamanya yaitu
menciptakan suatu tatanan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Swt, maka
konsuekwensi logisnya bagi negara-bangsa Indonesia adalah terwujudnya amanah
konstitusi poin kelima, yaitu keadilan social bagi seluruh rakyat Indosesia.
Wallahu
a`lam
*Penulis
adalah kader HMI Cabang Ciputat, Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat Cabang Ciputat Periode 2012-2013 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar