oleh : Marvel Ramdany
Pada dasarnya, semua manusia yang terlahir kemuka bumi ini adalah dalam keadaan “fitrah”. Term fitrrah tersebut mengimplikasikan kepada sesuatu yang bebas nilai. Karena manusia mempunyai potensi untuk terus berubah dan berkembang, arah perkembangannya pun dipengaruhi oleh lingkungan yang ia singgahi, baik itu oleh orang tua, kerabat dekat, teman bahkan alam sekitar.
Yang jadi pertanyaannya adalah darimana dan mau kemanakah manusia itu lahir? Pertanyaan yang sederhana tapi membutuhkan jawaban yang tidak sederhana. Keberadaan manusia itu harus terus dipertanyakan, karena sesungguhnya pertanyaan itu hadir dikarenakan adanya suatu perenungan dan ketakjuban akan eksistensi manusia sebagai bagian dari alam penciptaan ini.
Banyak diantara para pemikir terkemuka baik di Barat maupun di Timur menjelaskan tentang hakikat dari manusia. Mereka memberikan suatu kontribusi kesadaran (ego) terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam pembahasan ini. Misalnya iqbal ( penyair, pujangga dan failasuf besar abad ke-20,)., menurutnya, aktivitas ego manusia pada dasarnya adalah berupa aktivitas kehendak. Baginya hidup adalah kehendak kreatif yang bertujuan yang bergearak pada satu arah. Kehendak itu harus memiliki tujuan agar dapat makan kehendak tidak sirna. Tujuan tersebut tidak ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah dan takdir dikarenakan manusia kehendak bebas dan berkreatif.
Jelas sekali bahwa menurut apa yang telah dikemukakan oleh Iqbal, manusia identik sebagai makhluk yang dikeruniai kehendak, lebih jauhnya bahwa manusia itu dikutuk oleh penciptanya untuk “bebas”. Kebebasan itulah yang pada akhirnya manusia bisa memilih jalan hidup yang ia kehendaki. Alur perubahan dari aktivitas uyang dilakukan manusia tentunya tidak semudah itu. Muncul pertanyaan selanjutnya bahwa perubahan yang seperti apakah dikehendaki itu? kehendak kreatif yang bertujuan yang bergearak pada satu arah menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Gerak pada satu arah memang sulit dan memiliki banyak sekali tantangan dan rintangan.
Ketika manusia tidak lagi bergantung dan bertujuan kepada sesuatu yang “terbatas”, maka disitulah makna dan hakikat manusia akan dirasakan. Kebebasan itu tatkala manusia sudah mempunyai arah tujuan kepada yang satu, yang tidak terbatas (unlimited) yang tak terkurung oleh dimensi ruang dan waktu.
Simpul sederhana dari penulis bahwa manusia itu berasal dari “kebebasan” dan menuju ke arah “pembebasan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar