Oleh Muflih Hidayat
Nahdhatul Ulama (NU) merupakan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam terbesar se-Indonesia. Maka wajar, setiap kali NU menggelar Muktamar selalu menjadi perhatian banyak kalangan dan media massa. Hampir setiap menit, selalu muncul berita baru terkait serba serbi dan dinamika yang terjadi di dalamnya. Termasuk berita tentang adanya kampanye tak sehat (Black Campaign) yang ditujukan kepada calon incumbent, Said Agil Siradj. Ia dituduh berangkat dari latar belakang Syiah, sementara NU merupakan Ormas Islam yang memiliki prinsip dasar yang benar-benar berbeda dari Syiah.
Kemunculan isu demikian tidak lain karena kentalnya gesekan politik yang terjadi di Muktamar ke-33 itu. Kita tidak bisa menafikan bahwa Muktamar yang digelar di Jombang itu pasti dipenuhi oleh aroma politis. Meskipun tujuan dasarnya adalah untuk merumuskan pedoman hidup umat Islam di Indonesia bahkan dunia. Tujuan itu dirumuskan dalam tema besar Muktamar, yaitu "Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia".
Imam Aziz, selaku ketua Muktamar menjelaskan bahwa kandungan dalam redaksi "Islam Nusantara" ialah islam yang toleran dan cinta damai. Hal ini dirasa perlu mengingat kenyataan bahwa umat Islam selalu disibukan dengan konflik. Baik konflik internal maupun eksternal. Konflik tersebut terjadi akibat pemahaman agama yang apologetik (merasa benar sendiri), sehingga muncul paradigma bahwa pemahaman agama di luar dirinya adalah salah.
Jika kita cermati dengan seksama, maka kita akan menemukan kejanggalan besar antara tujuan dengan kenyataan yang terjadi di Muktamar. Tujuannya, merumuskan islam yang toleran dan cinta damai, kemudian menghimbau kepada umat Islam untuk berhenti dari konflik dan fokus untuk membangun peradaban. Sementara kenyataannya, masih ada sentimen golongan yang dimanfaatkan oleh peserta Muktamar untuk menjatuhkan calon. Bagaimana tidak, Said Agil dituduh Syiah.
Tuduhan ini muncul sebab kemesraan Said Agil dengan tokoh-tokoh Syiah. Ditambah lagi pemikiran kritisnya yang dianggap berbau Syiah. Hal ini menandakan bahwa di dalam tubuh NU masih ada paradigma NU dan Syiah tidak bisa berdamai. Tuduhan ini akan memperuncing jurang pemisah antara NU-Syiah.
Jadi, Muktamar NU ini seolah-olah ingin memperkenalkan kepada dunia tentang Islam yang mampu diterima oleh seluruh umat manusia (rahmatan lil alamin) tanpa membeda-bedakan corak dan golongan keberislaman. Akan tetapi, proses Muktamar itu sendiri masih dicemari oleh intrik-intrik politik yang dengan sengaja menarik sentimen golongan. NU sendiri belum bisa berdamai dengan Syiah, bagaimana mungkin Muktamar NU ini akan mampu memperkenalkan konsep Islam Nusantara yang toleran dan cinta damai kepada dunia ?
*Penulis adalah ketua umum HMI KOMFUF Cabang Ciputat sekaligus Warga NU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar