Fenomena Gerakan Mahsiswa
Arma Hidayat*
Dalam sejarah bangsa ini, ada empat unsur masyarakat yang selalu menampilkan potensi people power yang dimiliki untuk memperjuangkan reformasi dalam segenap aspek kehidupan yaitu kaum intelektual, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi massa (ormas), dan mahasiswa. Dalam hal ini penulis memfokuskan diri pada elemnt yang ke-4, yakni mahasiswa.
Dalam sejarahnya mahasiswa selalu menjadi motor penggerak perubahan dalam hal apapun itu. Salah satu contoh, dalam upaya merebut kemerdekaan dari penjajah tidak lepas dari perjuangan mahasiswa-mahasiswa yang pada waktu itu mendapat kesempatan belajar di Belanda yang kemudian menyatukan diri dalam sebuah komunitas IV (Indische Veereniging, perhimpunan orang Hindia).
Dalam komunitas inilah konsep, identitas, arah Indonesia sebagai sebuah bangsa dirumuskan. Demikian juga dalam upaya bangsa ini keluar dari kediktatoran pemerintahan Orde Baru, mahasiswa sekali lagi menempati peran sentral dalam perjuangan itu yang kemudian mengharuskan presiden Soeharto turun dari jabatan yang dia kuasainya selama 32 tahun.
Posisi mahasiswa yang terbebas dari jebakan sikap vested interest (kepentingan pribadi), keterikatan mahasiswa pada prinsip atau nilai kebebasan ilmiah, dan tidak terpisahkannya mahasiswa dari kesulitan masyarakat yang diwakili oleh keluarga dan lingkungan kampus menjadi modal utama yang menjamin sensitifitas mereka terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Maka, adalah sah bila dikatakan mahasiswa mewakili aspirasi dan tuntutan masyarakat.
Harus pula diingat, karena dalam mengekspresikan aspirasi dan kepentingan, warga masyarakat Indonesia yang terkooptasi dan terkendalikan oleh negara, amat tidak mampu. Apalagi pada waktu itu, golongan masyarakat lainnya seperti kalangan menengah dan bahkan wakil rakyat sedang terjebak oleh berbagai kepentingan diri sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat kita petik dari dua pristiwa menentukan diatas bahwa dalam gerakan mahasiswa tersebut diakui bahwa gerakan ini murni, berbasis kampus, dan organisasi intralembaga pendidikan, politik moral bukan politik praktis karena bertujuan menegakkan kebenaran pada tatanan kekuasaan dan kebijakan negara dengan menggunakan kekuatan intelektual (argumentasi dan opini publik) yang lahir dari pergulatan dan diskusi panjang yang bersungguh-sungguh dan berkelanjutan.
Akhir-akhir ini setiap hari kita melihat di siaran-siaran televisi tentang demonstrasi mahasiswa yang menuntut penuntutan kasus skandal Bank Century dan kasus-kasus lainnya. Usaha muliya ini perlu diacungi jempol dan mendapatkan apresiasi dari kita semua, akan tetapi sayangnya kita melihat bahwa gerakan-gerakan tersebut jarang diawali dengan proses diskusi dan pembelajaran terlebih dahulu sehingga tidak jarang aksi-aksi tersebut terkesan spontanitas dan parsial. Kelompok-kelompok studi mahasiswa atau forum-forum diskusi cenderung sepi sehingga sulit kita mengharapkan adanya sebuah gerakan yang bersifat massif dan mengakar.
Akan tetapi, persoalan-persoalan tersebut tentu tidak membuat kita putus semangat untuk selalu berkreasi dan berinovasi karna dalam sejarah bangsa manapun, mahsiswa tetap menjadi elemen senteral perubahan.
Barangkali coretan-coretan diatas semoga dapat sedikit membuka cakrawala pemikiran kita dan sebagai pembuka aktivitas teman-teman setelah berlibur panjang akhir semester satu bulan yang lalu. Selamat bergabung kembali di kampus peradaban kita dan selamat beraktifitas kembali. wassalam
* Mahasiswa Tafsir Hadis Semester VI, Aktifis Kajian INCA. Yang Kini Memberanikan Diri dalam Bursa Pencalonan Presiden BEM-J TH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar