Oleh: Ulfiana
Kartini tidak hanya
sekedar peringatan 21 April dengan mengenakan sanggul besar serta atribut
kebayanya. Kartini adalah salah satu dari perempuan Indonesia yang ingin
mendobrak budaya patriarkhi yang menjamur di Indonesia. Ia adalah perempuan
tangguh yang tidak ingin ada diskriminasi dan pembedaan hak dan kewajiban
antara perempuan dan laki-laki. Karena kedudukan keduanya itu setara yang bukan
berarti sama rata. Mereka memiliki kesempatan yang sama dalam menempati posisi
strategis dalam publik baik dalam pendidikan maupun lainnya. Karena pada masa
Kartini ini perempuan tidaklah diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan tinggi
layaknya kaum pria. Perempuan dipingit sampai tiba masanya dia untuk menikah.
Selain itu, kehidupan dia sebagai Raden Ayu itu pun tidak membuatnya nyaman, di
mana ia harus berjalan dengan lutut ketika menghadap ayahnya dan suaminya.
Sebagai generasi setelah
Kartini, kita sebagai perempuan-perempuan Indonesia sudah selayaknya untuk
melanjutkan perjuangan Kartini dalam mendobrak budaya patriarkhi yang masih
menjamur. Perempuan memiliki hak yang sama dengan kaum pria sehingga steorotype
yang sangat melekat pada diri perempuan itu harus bisa dihilangkan karena hal
ini sangat merugikan. Dalam ranah publik pun perempuan masih dipandang sebelah
mata bahwa ia adalah manusia nomor dua sehingga kekerasan terhadap perempuan
dalam ranah publik masih sangat banyak. Mereka dianggap makhluk lemah sehingga
dapat diperdaya seenaknya oleh kaum pria.
Kaum perempuan masa
sekarang memang sudah memiliki kelonggaran dalam menyetarakan dirinya dengan
laki-laki, seperti dalam pendidikan atau lainnya. Namun permasalahan yang masih
saja menghantui perempuan adalah label yang menempel, yakni perempuan itu
makhluk yang lemah. Sehingga di sana-sini kekerasan terhadap perempuan itu
masih sangat mudah ditemui baik secara fisik, psikis, ekonomi, maupun secara
seksual.
Memang perjuangan Kartini
di masanya dengan perjuangan kita di masa ini sangatlah berbeda. Kartini
menyuarakan keberatannya terhadap perempuan yang dipingit dan tidak
diperbolehkannya untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedang
perempuan sekarang telah memiliki kebebasan untuk memperoleh pendidikan yang
tinggi namun pada masa sekarang ini adalah perjuangan untuk melawan dan
menghilangkan steorotype yang melekat pada diri perempuan agar mendapat jaminan
hak yang sama serta tidak lagi terjadi kekerasan di mana-mana. Namun substansi
keduanya adalah sama yakni untuk menyetarakan hak dan kewajiban keduanya.
Kawan, Hari Kartini perjuangannya tidak boleh terhenti hanya sampai pada 21 April
tapi setiap hari adalah perjuangan untuk keluar dari budaya patriarkhi yang tak
kunjung usai. Dan sekali lagi Hari Kartini bukan peringatan perempuan dengan
adat jawanya- kebaya- dan make up tebal yang menghiasi wajah. Hari Kartini
selayaknya untuk meng-upgrade semangat kita untuk melanjutkan perjuangannya
dalam menuntaskan kekerasan yang tak kunjung usai. Dan perjuangan tersebut
bukan hanya harus dilakukan oleh kaum hawa tapi juga pria.
SELAMAT HARI KARTINI
Ciputat, 20 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar