Amandemen Sumpah Sang Mahapatih
Oleh Lina Sobariyah Arifin
Apa
 yang sebenarnya manusia cari di alam materi ini? Bergulat dengan 
ketidakpentingan yang hanya menyibukkan, tanpa ada hal yang benar-benar 
merubah suatu kebijakan, yang sudah tergembok oleh suatu adat kebiasaan.
 Sudah mulai skeptisisme mendominasi,mengurungkan niat untuk mencoba 
menghancurkan gembok berkarat yang terendam oleh lumpur hitam pekat yang
 mulai tak terindra kini.
        Apa yang sebenarnya 
kita cari di alam materi ini? Sebuah kesombongan langkahan kaki dan 
lirikan mata kosong yang berisikan kepongahan-kepongahan. Belum ada 
sebuah evolusi yang kita rasakan sekarang, baik dalam hal yang terkecil 
maupun menglobalisasi.
        Bagaimana kita memasukan
 kunci, jika gembok yang kita pegang sekarang sudah mulai tak kita 
kenali bentuk wujudnya? Teknologi tercanggih puntak berfungsi untuk 
merevolusi. Bersikap seperti apapun nanti, kita hanya mempunyai 
rencana-rencana panjang yang tak mampu menggoyahkan sedikit pun bangunan
 berpondasi kuat  ini.
        Teringat oleh sumpahnya 
sang Mahapatih. Yang ingin mempersatukan sebuah daratan, hanya untuk 
mendapatkan pengakuan kehebatan yangtak tertandingi. Dan akhirnya sumpah
 pun tersampaikan tanpa ujung yang menyenangkan, hanya karena satu 
lubang yang berisikan kerikil tajam.
        Dirasa 
kita mewarisi apapun yang ditinggalkan oleh sang Mahapatih, dan 
melanjutkan apapun yang tersirat dan tersurat dalam sumpah tersebut. 
Mempersatukan menjadi satu kesatuan dibawah satu payung keadilan 
“menurut sang Mahapatih”, yang kemarin sore sudah diblokir oleh sebuah 
kata “mati”.
        Perlukah kita melanjutkan tanpa 
mengamandemen sumpah tersebut? Mencari kembali celah dalam gembok yang 
sudah berkarat tersebut. Sangat perlu, karena untuk melanjutkan tongkat 
estafet yang diserahkan oleh sang Mahapatih, walaupun secara tidak 
langsung. Tetapi, perlu juga kita mengamandemen sumpah tersebut. Ya, 
amandemen sumpah sang Mahapatih. Merubah sedikit tujuan sumpah tersebut 
dengan ideologi-ideologi yang berbeda juga, bukan untuk menyatukan 
Nusantara menjadi satu, Majapahit. Tetapi menyatukan Indonesia menjadi 
satu, HMI.
        Menghijaukan kembali yang sudah 
kuning kerontang, menghijaukan kembali daratan tandus yang haus 
kekeringan, menghijaukan dan menginstal ulang hati-hati insan yang 
kosong akan ideologi, mereboisasi bulatan raksasa yang dihuni oleh 
manusia-manusia dengan berbagai macam ketangguhannya. Demi tercapainya 
insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan 
bertanggung jawab atas terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, yang
 diridhoi Allah swt. Amin, Yakin Usaha Sampai, Yang Penting Ushuluddin.
26 Juli 2013 
Cilegon, 05 Ramadhan 1434

 
 
 
 







Tidak ada komentar:
Posting Komentar