HINDUISME
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Agama-Agama Dunia
Wahyu
Ismatullah
Maulana Sidqi
Turmudzi
Maulana Sidqi
Turmudzi
JURUSAN
TAFSIR HADIS
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
HINDUISME
A. Sejarah
Agama
Hindu berkembang sejak 1500 S.M. bersamaan dengan masuknya suku bangsa Arya (Indo
Jerman) ke India Utara. Mereka mula-mula menduduki daerah sungai Indus, yang
kemudian bercampur dengan penduduk asli yang terdiri dari suku bangsa Dravida dan
suku-suku bangsa lain yang berdiam di India Utara. Kepercayaan bangsa Arya yang
berpadu dengan kepercayaan penduduk asli menjadi semacam peleburan yang
membentuk agama Hindu[1].
Dengan
kata lain, konsepsi-konsepsi kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya dalam
bentuk kepercayaan terhadap dewa-dewa alam yang banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan Yunani itu mengalami peleburan dengan kebudayaan asli yang berisi
kepercayaan tentang hal-hal gaib yang berbentuk animisme dan dinamisme.
Ternyata
di kemudian hari masing-masing ajaran dari kedua kebudayaan tersebut, tetap
dipertahankan dalam agama Hindu India. Akan tetapi ajaran agama dalam Hinduisme
ini selalu mengalami perkembangan menurut taraf perkembangan kebudayaan
masyarakat Hindu pada masa selanjutnya, sehingga keadaan demikian menyebabkan
perbedaan bentuk dan isi Hinduisme pada periode permulaan perkembangannya
disbanding dengan taraf perkembangan lebih lanjut setelah Budhisme muncul dan
berkembang.
Dengan
demikian maka nampaklah perbedaan yang menonjol antara agama Hindu permulaan
dengan agama Hindu setelah berkembang
B. Ajaran
dan Praktek
Agama
Hindu mempunyai kitab suci bernama Weda yang artinya pengetahuan[2].
Kitab suci Weda terbagi ke dalam empat himpunan, yaitu:
1) Reg
Weda, berisikan kumpulan nyanyian-nyanyian suci untuk pemujaan dewa-dewa.
2) Sama
Weda, berisikan nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan oleh pendeta-pendeta yang
bertugas dalam upacara pemujaan dan kurban.
3) Yajur
Weda, berisikan rumus-rumus atau pengaturan upacara kurban.
4) Atarva
Weda, berisikan mantra-mantra yang mengandung kekuatan gaib.
Dalam
konsep ketuhanan, agama Hindu mempunyai konsep ketuhanan yang bersifat “polytheistis”
yang dimanifestasikan dalam jumlah dewa –dewa yang disebutkan dalam kitab-kitab
weda sebanyak 32 dewa. Jumlah 32 dewa tersebut mempunyai fungsi masing-masing
dalam hubungannya dengan kehidupan manusia[3].
Dalam
agama Hindu, banyak sekali ditemukan upacara-upacara persembahan yang wajib
dilakukan. Menurut G.A. Wilkens, “dasar-dasar upacara kurban adalah pemujaan
kepada dewa-dewa, roh nenek moyang dan makhluk-makhluk halus yang menempati
semesta alam untuk menghindari kemarahannya serta memberi kepuasan pada mereka
sehingga mereka mau memberi bantuan/rahmat bagi mereka[4].
Agama
Hindu mempercayai bahwa alam semesta ini diciptakan oleh dewa Brahma berkali-kali.
Dalam tiap-tiap penciptaan terdapat zaman-zaman yang mengandung empat periode,
antara lain:
1) Kreta
Yoga, yaitu zaman terdapatnya kebahagiaan abadi.
2) Dvapara
Yoga, yaitu zaman mulai timbulnya dosa/noda.
3) Treat
Yoga, yaitu zaman yang penuh sengsara.
4) Kali
Yoga, yaitu zaman yang penuh kejahatan .
Akhirnya
sebagai periode penutup, maka timbullah masa pralaya yaitu kehancuran total
daripada alam.
Menurut
kepercayaan Hinduisme, dunia ini tercipta tidak hanya sekali, demikian pula
hari kiamat yang terjadi berkali-kali. Sejalan dengan penciptaan dan
penghancuran dunia tersebut, maka Hinduisme mempercayai tentang adanya
kehidupan di alam akhirat di mana manusia dengan amal perbuatannya akan memperoleh
pembalasan sesuai dengan kebaikan dan keburukannya. Selain itu manusia juga
dapat mengalami reinkarnasi[5].
Agama
hindu terkenal dengan sistem kasta. Kasta-kasta tersebut antara lain:
1) Brahmana
2) Ksatria
3) Waisya
4) Sudra
C. Aliran-aliran
dalam Hinduisme
1) Hindu
Vedanta
Menurut
teori Vedanta: objek pemujaan dan tujuan akhirnya ialah terletak pada sumber
segala-galanya yang disebut “Brahman”. Subjek yang melakukan pemujaan itu ialah
yang disebut “Atman”. Brahman dan Atman terpisah oleh samsara. Sedangkan
samsara disebabkan oleh pengaruh materi/jasmani. Selama manusia masih terikat
oleh materi/jasmani itu, mereka akan tetap mengalami penderitaan, keadaan
demikian menyebabkan tetapnya pemisahan antara Brahman dan Atman.
2) Hindu
Sankya
Materi
ajarannya berlawanan dengan faham Vedanta. Menuru teori ini: segala yang maujud
terdiri dari dua unsur yaitu “Purusha” yang artinya diwa seseorang dan “Prakerti”
yang artinya jasmani manusia. Keduanya dipandang sebagai unsur yan kekal abadi.
Samsara disebabkan oleh adanya persatuan antara Purusha dan Prakerti.
3) Hindu
Yoga
Dalam
aliran ini terdapat ajaran tentang latihan kejiwaan dalam upaya melepaskan diri
dari samsara. Mula-mula manusia ingin mencapai persatuan dengan Brahman atau
Ingin memisahkan antara purusha dan prakerti dengan dengan berbagai jalan
misalnya berpuasa, menahan nafsu, berbuat kebaikan dan kesucian menjauhi
kesenangan duniawi dan sebagainya.
4) Jainisme
Inti
ajarannya adalah mengharapkan kebahagiaan abadi. Pandangannya tentang samsara
ada persamaannya dengan ajaran Vedanta yaitu disebabkan oleh pengaruh materi.
5) Wisnuisme
Aliran
ini lebih mengutamakan pemujaannya kepada dewa Wisnu karena dewa ini sangat
simpatik bagi mereka dengan sifat-sifatnya yang berdasar pada perasaan bhakti
(cinta).
6) Siwaisme
Pemeluk
aliran ini sangat optimis terhadap kekuasaan dewa Siwa, karena ia dipercayai
dapat menjelma menjadi berbagai bentuk kedewataan yan menggambarkan akan
kekuasaannya yang besar, meliputi: penentuan hidup dan matinya manusia.
7) Brahmaisme
Aliran
ini lebih mengutamakan pemujaan kepada dewa Brahma yang dalam faham Trimurti dipandang
sebagai dewa pencipta alam.
8) Tantrisme
Aliran
ini dalam mencapai nirwana lebih mementingkan cara pembacaan mantra-mantra
rahasia dan membebaskan ruang gerak hawa nafsu.
9) Hindu
Dharma
Aliran
agama Hindu-Dharma ini nampak merupakan peleburan antara faham animisme
setempat dengan Hinduisme India yang telah mengalami proses rohaniyah tipe Jawa.
D. Hinduisme
di Indonesia
Indonesia mulai
berkembang pada zaman kerajaan
Hindu-Budha
berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh
seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari
India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa
terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari
Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa
Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa
ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670.
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331
hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan
atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir
seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi
hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana[6].
Pada masa sekarang,
mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali,
selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,
Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan),
Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).
Daftar
Pustaka
Arifin,
HM, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama
Besar, (Jakarta: Golden Terayon Press), 1986
Kartapradja,
Kamil, Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan
Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Masagung), 1985
Sou’yb, Joesoef,
Agama-Agama Besar Dunia, (Jakarta: Al
Husna Zikra), 1996
[1]
HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: Golden Terayon
Press), 1986, h. 56
[2]
Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar Dunia, (Jakarta: Al Husna Zikra), 1996, h. 28
[3]
HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: Golden Terayon
Press), 1986, h. 58
[4]
Ibid, h. 60
[5]
Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Di Indonesia, (Jakarta:
Yayasan Masagung), 1985, h. 12
[6]
Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan
Masagung), 1985, h. 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar