BREAKING

Rabu, 04 Maret 2015

Sumpah Pocong; Solusi Kemelut Keadilan



Oleh Muflih Hidayat

Tanggal 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Kehakiman Nasional. Momen ini sangat menarik untuk membincang dunia kehakiman di Indonesia, apalagi setelah mencuatnya kasus KPK-POLRI yang diproses melalui praperadilan. Keputusan hakim Sarpin Rizaldy (SR) yang mengabulkan gugatan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan, memicu kontroversi. Oleh karena itu Komisi Yudisial sedang menulusuri apakah keputusan SR melanggar kode etik kehakiman atau tidak. Di lain pihak, putusan tersebut dianggap sebagai kemenangan POLRI dan membuktikan bahwa KPK ngawur dalam menetapkan tersangka.

Terlepas dari pro-kontra putusan SR, hakim yang seharusnya menjadi penegak keadilan, Justru terkesan dijadikan alat manuver serangan politis antar elite negara. Di tengah maraknya polemik kehakiman seperti ini, ada wacana lama yang kembali diangkat tentang bagaimana menyikapi kelemahan hukum positif. Yakni, pencarian keadilan melalui jalan mubahalah.

Istilah mubahalah mulai tenar saat Anas Urbaningrum (AU) dijatuhi vonis oleh majelis hakim terkait kasus korupsi Hambalang. AU menantang majelis hakim untuk melakukan sumpah, bahwa masing-masing pihak telah melakukan hal yang benar, barangsiapa yang berdusta, maka ia bersedia menerima laknat Allah. Namun, majelis hakim sama sekali tidak menghiraukan tantangan AU dan bergegas meninggalkan ruang persidangan.

Tradisi mubahalah dalam islam memang benar adanya. Nabi Muhammad pernah mempraktikannya tatkala menghadapi pendeta Nasrani dalam perdebatan tentang kenabian Isa AS. Hal ini dijelaskan dalam al Quran surat Ali Imran ayat 61. Di Indonesia, Tradisi seperti ini mirip dengan ritual sumpah pocong. Yakni sebuah ritual yang dilakukan di masjid, di mana kedua belah pihak yang berseteru dibungkus dengan kain kafan dan bersumpah bahwa siapa yang berdusta, maka siap menanggung murka Allah. Pihak yang berdusta diyakini akan mati secara tragis beberapa hari setelah ritual dilakukan.

Larutnya kemelut KPK-POLRI memancing beberapa nitizen di sosial media untuk mengusulkan penyelesaian melalui jalur mubahalah atau sumpah pocong. Hal ini direspon oleh Mahfudz MD yang dikenal sebagai pakar hukum dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi. Mahfudz sama sekali tidak membenarkan praktik mubahalah atau sumpah pocong untuk dilaksanakan dalam sidang resmi. Alasannya, sistem peradilan Indonesia tidak mengenal mubahalah atau sumpah pocong, “melainkan melakukan pembuktian melalui proses peradilan, yang di dalamnya terdapat sumpah” tegasnya.
Sementara itu, vonis hakim yang dianggap jauh dari spirit keadilan, mendorong AU untuk menggelontorkan tantangan mubahalah kepada majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan seluruh jajaran KPK yang telah menyeretnya ke persidangan. AU ingin memohon keadilan kepada Tuhan di saat pengadilan tak mampu menunaikan tugasnya.

Bagi penulis, mubahalah atau sumpah pocong merupakan ritual semata yang secara esensi tidak berbeda dengan sumpah yang biasa dilakukan sebelum persidangan. Seluruh subjek persidangan disumpah terlebih dahulu sesuai dengan keyakinannya masing-masing sebelum menyampaikan pendapatnya. Jika AU meyakini bahwa Allah Maha Adil dan Maha Mendengar, maka cukuplah sumpah tersebut tanpa harus melalui ritual mubahalah atau sumpah pocong. 

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube