BREAKING

Jumat, 28 Februari 2014

Tafsir Kata Ta’aruf; Studi Analisis Morfologi Ilmu Sharaf

Tafsir Kata Ta’aruf; Studi Analisis Morfologi Ilmu Sharaf

Dhani Kamal

Artikel  dalam kategori tafsir ini tidak menjadi pedoman yang perlu diimani bahkan dikultuskan, karena pada dasarnya, Tafsir bukan al-Qur’an dan begitupun al-Qur’an bukan Tafsir (meminjam istilah @Moqsith ). Ta’ruf di temukan dalam al-Quran QS. Al-Hujrat; 13, dalam bentuk fi’il amr yaitu lit’ârafû,  Untuk mengawali morfologi Sharaf sesuai judul diatas, pada artikel ini penulis akan mengenalkan istilah Nashrif, sebuah tradisi cara belajar di Pesantren, jika anda menyempatkan diri berkunjung ke Pesantren dan mendengar kata nasara yansuru nasran, doroba yadribu dramben, fahuwa nunutan wa daka nyarekan, ballik (diperlukan kemahiran Bahasa Sunda dan nuansa heureuy ala Pondok untuk menikmati bagian estika kata-kata ini). Itu adalah sekian dari beberapa “plesetan” Nashrif.
Nashrif yang merupkan morfologi ilmu Sharaf adalah bagian dari program belajar dalam rangka “maharat al-sharaf” untuk mengasah kemampuan menguasai ilmu sharaf; sebuah ilmu yang mempelajari struktur bahasa Arab, dengan Nashrif, kita akan mengetahui asal-muasal kata dalam bahasa Arab dan beberapa derivasinya, jika dicotohkan dalam bahasa Indonesia, seperti kata memakan, makanan, tempat makan, makanlah! Adalah modifikasi dari kata “makan”  begitu pun dalam bahasa Arab, dari kata ilmu, kita akan menemukan Mualim, ma’lum, taklim, alim, dan maklumat, maka  jelaslah sangat penting sekali mempelajari ilmu Sharaf, sehingga tidak satupun lembaga pesantren yang meluputkan kajian ilmu ini dalam kurikulum pelajarannya.
Mempelajari Nashrif berarti kita akan di tantang untuk menghafal berbagai wazn (timbangan kata), jika dihitung semua tasrifan di urut dari mulai fi’il madi, fiil mudâri, masdar, ism Fâil, ism Maf’ûl, fi’il amr, fi’il nahyi, ism zaman, ism makan dan ism alat, jadi semuanya ada 10 bentuk, seperti kata nasara-yansuru-nasran-nasirun-mansurun-unsur-lâ tansur-mansarun-mansarun-minsarun. lalu perkata dari bentuk tersebut masih bisa dipecahkan dalam kiasan-kiasannya, seperti dari fi’il mâdi (nasara) menjadi 14 pecahan, sesuai dengan tuntutan bahasa Arab menghendaki adanya mufrad, tasniyah, jamak, mudakar, muanas, mukhatab, gâib, dan mutakllim.
Selain bisa dikiaskan menjadi 14 pecahan, lapad Nasara juga bisa dimodifikasi kedalam 39 bentuk, hal ini sesuai dengan gramatika bahasa Arab, yang terdapat tsulasi-ruba’i, mujarrad-mazîd, asli-mulhak, mazîid bi harfin-biharfain-bitsalatsatiahrûf. Maka terdapat beberapa bentuk wazan, fa’ala-yafu’lu, fa’ala-yaf’ilu, fa’ala-yaf’alu, fa’ila-yaf’alu, fa’ula-yaf’ulu. dan fa’ila-yaf’ilu. Dan inilah kelompok fi’il yang termasuk fi’il Tsulatsi mujarrad. Belum lagi terdapat tsulasi mazîd, Rubai’mujarod, Ruba’i mazid, dan mulhak ruba’i mujarod dan ruba’i mazid.
Di pesantren Baitul hikmah, Haurkuning, seorang santri diperlukan waktu 1 Bulan untuk menghafal dan memahami Nashrif dan tektek bengek-nya. Dengan intensitas belajar yang rutin, dengan Jargon ”Tatalaran” seorang santri akan memanfaatkan waktu luang dari mengurus dirinya dengan ”tatalaran” seorang santri yang tidak menyukai “tatalaran” ibarat Tukang Pos yang salah alamat, masuk ke Pesantren alat. Seperti Haurkuning.
Sebagai alumnus pesantren alat, seorang santri akan sangat peka terhadap kata dalam bahasa Arab, ketika mendengar satu kata bahasa Arab, dia akan langsung bisa menebak asal muasal bahkan makna yang dikandung dalam kata tersebut, sehingga dia tidak akan sulit membedakan perbadaan dan persamaan dari keduanya, penulis mengambil contoh kata Musyawarah dan kata Ta’aruf dalam al-Quran.
Secara disiplin Nashrif (Sharaf), kata Musyawarah diambil dari kata Syâroka, yusyâriku, musyârakah, ber-wazn Faaala, yufâilu, mufâa’lah termasuk dalam katagori Tsulasi Mazîd biharfin. Yang menunjukan arti  musyarakah baina al-Istnaini (Komunikasi dalam dua orang), sementara kata Ta’aruf secara Nashrif diambil dari kata Taâ’arafa, Yata’ârafu, Ta’ârufan, ber-wazn Tafâa’ala, Yatafâa’alu, Tafâ’ulan, yang menunjukkan arti musyarakah baina al-Itsnaini fa aktsara (komunikasi dalam dua orang atau melebihi).
Dalam kasus sehari-hari kita akan mengenal kata “Pacaran dan Ta’arufan” dalam bahasa @malahayati (bagi anda yang cowo pasti akan iri punya kekasih sepintar dia, dan bagi anda yang cewe pasti banyak terisnpirasi) beliau membuat judul dengan “Pacaran vs. Ta’arufan” beliau memberikan tulisan sebagai berikut:
PACARAN VS TA'ARUF
1.     Pacaran menikmati kelebihan pasangan, ta'aruf mengenal calon pasangan apa adanya.
2.    Pacaran memperindah topeng untuk pasangan, ta'aruf memperindah akhlaq di hadapan Allah.
3.    Pacaran menyalurkan syahwat. ta'aruf mengundang datangnya rahmat.
4.    Pacaran niatnya untuk menikmati, ta'arufnya niatnya untuk menikahi.
5.    Pacaran didukung oleh syaitan, ta'aruf dido'akan oleh malaikat.
6.    Pacaran biasanya diperlama. Ta'aruf justru dipersingkat.
7.    Siap memacari belum tentu siap menikahi. Siap ta'aruf udah pasti berniat menikahi.
Ketika dikembalikan ke asal-muasal dari kata Ta’aruf secara ilmu Sharaf, maka makna Ta’aruf mempunyai makna komunikasi melibatkan beberapa orang, maka bagi siapapun yang ingin segera Ta’aruf maka anda harus menghadirkan keluarga anda bertemu dengan keluarga pacar anda, sehingga menjadi komunikasi yang melibatkan berbagai pihak, karena dengan itu sesuai dengan hakikat dari perkawinan, yang bukan hanya mempertemukan dua insan (dua sejoli meminjam bahasa Ahmad Dhani) tapi mempertemukan, mengkomunikasikan dua keluarga, dan itulah cita-cita besar yang di usung oleh kata Ta’aruf.
Wallahu a’alam.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube