BREAKING

Kamis, 02 Mei 2013

PEMILU RAYA KAMPUS : HAK YANG DIPERKOSA

PEMILU RAYA KAMPUS : HAK YANG DIPERKOSA
Oleh: @ramdhany12
          Baru-baru saja di  UIN  Jakarta telah dilaksanakan pemilihan umum tingkat Universitas pada hari  Senin (29/04/2013). Suasana yang terjadi pada saat itu tidak terlalu meriah dan terkesan biasa-biasa saja, tidak ada yang “wah” apalagi pesta poria mahasiswa seperti layaknya pemilihan ketua RT atau pemilihan Lurah dan Camat.
           Satu aspek yang janggal bagi penulis adalah  Sistem pemilihan yang dirancang oleh KPU Pusat dengan menggunakan “SATU PERSEN” dari akumulasi jumlah mahasiswa aktif. System  itu tidak mewakili (repersentatif) dari jumlah mahasiswa yang aktif secara keseluruhan. Artinya, andaikata di UIN  jumlah mahasiswa sekitar 16.000 orang, maka hanya cukup dengan sekitar 160 mahasiswa yang memiliki hak suara untuk menentukan pilihan.
       Sistem seperti ini tentunya sudah terlihat tidak sehat.  tidak mendidik dalam kedewasaan dan kematangan berpolitik di dalam kampus.
Mau tidak mau, kampus mestinya harus mejadi miniature dari realitas Negara ini. Dalam kedewasaan berpolitik di Indonesia, tentunya nilai-nilai kedaulatan mahasiswa dan nilai-nilai demokrasi harus tercipta.
Disaat Indonesia mencari ruh yang utuh dari system Demokrasi, di saat itu pula, hak-hak dan kedaulatan mahasiswa diperkosa. 99 persen dari jumlah mahasiswa hak memilihnya telah direnggut begitu saja. Hanya pihak-pihak tertentu sajalah --yang hanya berjumlah  1 persen dari jumlah mahasiswa secara keseluruhan--  hak kemahasiswaannya dikedepankan.
           Asumsinya adalah jika di Fakultas X memiliki jumlah mahasiswa 4.100 orang, sudah tentu mereka mempunyai perwakilah 41 orang. Dan jika di Fakultas Y hanya memiliki jumlah mahasiswa 500, maka jumlah mahasiswa yang memiliki hak suara adalah 5 orang. Artinya bahwa secara matematis fakultas Y tidak akan menang melawan Fakultas X  jika seandainya di fakultas tersebut mempunyai calon untuk menjadi Presiden BEMU.
       Dan jika dari fakultas X mencalonkan atau merekomendasikan  seorang mahasiswa untuk menjadi presiden BEMU --meskipun yang dicalonkan itu tidak memiliki kapasitas intelektual-akademis--  maka sudah tentu ia akan menang melawan calon yang direkomendasikan oleh fakultas Y.
Dengan kata lain, system seperti ini hanya mengandalkal jumlah mahasiswa secara kuantitatif yag dijadikan modal awal untuk mengasai pemerintahan kampus.
         Pertanyaannya adalah dimanakan aktualisasi (pengamalan) dari nilai-nilai demokrasi yang selama ini kita pelajari dalam mengikuti aktivitas perkuliahan. Yang menurut pepatah, ilmu yang tidak diamalkan akan menjadi ilmu yang sia-sia belaka. Idealnya, apa yang kita pelajari haruslah teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di ranah kehidupan kampus.
         Dipenghujung narasi, system apapun itu, baik SG, Demokrasi maupun Senat haruslah mencerminkan nilai-nilai kedaulatan individu sebagai mahasiswa. Tidak ada satupun yang hak asasinya diperkosa. Mari kita perjuangkan dan rebut kembali apa yang selayaknya menjadi hak kita sebagi warga mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube