BREAKING

Minggu, 24 Juni 2012

Pengetahuan Tuhan: Satu Tema dalam Dua Kerancuan


Pengetahuan Tuhan:
Satu Tema dalam Dua Kerancuan


Kontruksi Kesimpulan dari Gambaran Sederhana
Pembahasan dan pertentangan mengenai tema ketuhanan dari dulu sampai sekarang memang tidak ada dan mungkin tidak akan pernah ada habisnya. diawal apakah Tuhan itu ada atau tidak ada. Lantas kemudian para pemikir mencoba untuk mengurai sebuah penjelasan secara terperinci dan menghadirkan berbagai argumentasi rasional mengenai keberadaan dan ketidakberadaan Tuhan tersebut.
Katakanlah bahwa Tuhan itu memang ada. Kemudian dalam tradisi intelektual Muslim melanjutkan kajian lebih intensif mengenai pengetahuan Tuhan. Dan telah ada dua pemikir yang hadir dan keduanya saling bertentangan pemahaman mengenai pengetahuan Tuhan tersebut. Pernyataannya adalah bahwa Tuhan itu Sang Maha Mengetahui (al-`ầlim). Lantas kemudian yang menjadi permasalahannya adalah begaimanakah kedua pemikir Muslim tersebut yaitu al-Ghazali dan Ibn Rusyd dalam mengurai dan menggambarkan mekanisme Tuhan dalam mengetahi sesuatu (alam).
Al-Ghazali berpendapat bahwa Tuhan mengetahui alam semesta ini mencakup pada wilayah yang terperinci (juziyyah, particular). Tuhan mengetahui apapun yang ada dan yang terjadi di alam semesta ini secara mendetail. Tidak ada sedikitpun kesukaran bagi Tuhan untuk mengetahui segala apapun yang terjadi di alam ini. Pemahaman seperti ini merupakan suatu reaksi dari pemahaman para pemikir (failasuf) pendahulunya bahwa Tuhan tidak patut mengetahui hal-hal yang kecil.
Kesan yang ditimbulkan dari pemahaman al-Ghazali adalah bahwa pengetahuan Tuhan bersifat dinamis dan berubah-ubah.pola pengetahuan Tuhan mengikuti dan sejalah dengan perkembangan perubahan alam semesta. Sifat dasariah alam adalah bahwa alam akan selalu terbaharui atau selalu berubah.
Pada abad XII, Ibn Rusyd hadir sebagai sosok pemikir yang bertentangan dengan pendangan al-Ghazali. Ia mengeluarkan sebuah gagasan yang berbeda dengan al-Ghazali. Jika al-Ghazali berkesimpulan bahwa pengetahuan Tuhan itu bersifat menyeluruh terhadap hal-hal yang mendetail, lantas Ibn Rusyd berpendapat bahwa pengetahuan Tuhan itu bersifat universal. Tuhan hanya mengetahui perkara-perkara yang besar. Tidak pantas bagi Tuhan mengetahui berapa kilogram kah tepung terigu yang menjadi behan dasar dalam pembuatan kue bolu, dan sebagainya.

Analogi Sederhana
Jika kita analogikan pengetahuan Tuhan dari kedua pemahaman di atas, sama halnya dengan pertanyaan siapakah yang telah membangun Monumen Nasional (Monas) yang ada di Jakarta. Jika kita hadirkan dua orang untuk menjawab pertanyaan tersebut akan memunculkan dua jawaban yang sama namun dengan argumentasi yang berbeda. Keduanya mungkin akan menjawab bahwa yang mendirikan bangunan tersebut adalah Ir. Soekarno. Namun pertanyaan selanjutnya adalah apakan benar Soekarno secara langsung terjun ke lapangan dalam pembangunan Monas tersebut. Apakah Soekarno tahu berapa sak semen yang telah dikeluarkan untuk mendirikan Monas tersebut, dan lan sebagainya.
Memang benar bahwa Monas adalah hasil kreasi Soekarno pada zamannya. Akan tetapi untuk mewujudkan kreasi tersebut, para kuli bangunan lah yang secara langsung bersentuhan atas pendirian bangunan Monas. Soekarno hanya sebatas memiliki daya kekuatan pikiran dan gagasan yang kuat atas suatu kreasi yang maha dahsyat secara universal.

Rekontruksi Pemahaman
Saya sekarang malah berfikir lebih melampaui dari ke dua pemikir muslim tersebut. Bukan lagi pada wilayah apakah Tuhan mengetahui yang umum (universal) atau yang terperinci (particular), akan tetapi mempertanyakan dan memikirkan sebenarnya yang disebut “pengetahuan” Tuhan itu seperti apa. Apakan dalam mengetahui sesuatu Tuhan itu sama halnya seperti Manusia dalam mengetahui dunia objektif, ataukah pengetahuan yang seperti apa.
Bagi manusia, pengetahuan merupakan hasil dari persentuhan antara subjek terhadap objek. Intensionalitas subjek terhadap suatu objek akan menghasilkah suatu gambaran-gambaran sederhana mengenai apa yang manusia pikirkan atas sesuatu tersebut. Dari hasil aktivitas manusia berfikir dan mengetahui, akan terbgi atas dua bagian, yaitu pengetahuan yang menyeluruh, dan pengetahuan yang terperinci.
Tuhan yang Maha Entah dan tidak terbatas selalu digambarkan dan dianalogikan kepada sifat-sifat kemanusiaan yang terbatas, termasuk dalam masalah pengetahuan Tuhan. Mungkin ini suatu permasalahan yang seriur bagi kita mengenai pemahaman kita terhadap Tuhan. Paham tengenai antropomorfisme (mutasyabih) masih kental terjadi pada pemahaman manusia. Tuhan selalu disederhanakan kepada sifat-sifat kemanusiaan. Dan apakah hal tersebut layak dan dapat dijadikan sebagai suatu kebenaran?
Lantas kemudian sebenarnya apakan yang disebut dengan “Tuhan Maha Mengetahui”? dan apakah kita tidak akan pernah mengetahui secara sejatinya inti dari pengetahuan Tuhan, karena Tuhan sendiri merupakan sesuatu yang maha melampaui dan Maha tak terbatas? Sejauh mana manusia mengetahui pengetahuan Tuhan? Ataukan biarkan manusia tidak akan pernah mendapatkan suatu pemahaman utuh tentang pengetahuan Tuhan. Atau mungkin kah karena ketidakpahaman  manusia atas Tuhan dan Pengetahuannya merupakan suatu bentuk pemahaman sendirinya.
Wallahu a`lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube