BREAKING

Minggu, 17 Juni 2012

Kritik Nalar HMI:


"Sebuah Analisis Kritis atas Penomena Objektif HMI Cabang Ciputat"


Kemunduran HMI dikarenakan adanya sebuah konflik internal
yang cenderung lama penyelesaiannya.”
(Prof. Syafi`i Ma`arif)

Jaya dan redupnya HMI merupakan sebuah dinamika organisasi yang adanya menjadi sebuah keniscayaan. Mengutip dari buah pemikiran Ibn Khaldŭn bahwa suatu organisasi itu lahir, berkembang, jaya dan kemudian ia runtuh atau mati. Dahulu, kita boleh saja berbangga hati karena banyak hal positif yang terdapat di rumah ini. Tapi, sejenak kita berhenti dulu bernostalgia imaginer ke masa lalu, karena suasana yang demikian tidaklah kita jumpai pada saat ini.
Harus jujur diakui, bahwa HMI sebagai sebuah organisasi pengkaderan yang berazaskan Islam, pada akhir-akhir ini mengalami sebuah kejumudan yang sangat luar biasa. Hal demikian tidaklah berlebihan dan juga tidak diada-ada. Adanya sebuah penilaian seperti itu bukan atas pendapat dari suatu ruang yang kosong, akan tetapi berlandaskan atas beberapa indikasi dari penomena-penomena objektif yang tampak di depan mata sebagai sesuatu yang harus dicarikan obat penawarnya.
Ada beberapa indikasi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dari apa yang dialami oleh HMI pada saat ini, yaitu diantaranya adalah adanya penurunan kualitas dan kuantitas kader. Tingkat penurunan kualitas kader HMI bisa saja disebabkan oleh para kader –termasuk birokratnya—yang terlalu asyik menikmati dinamika konflik internal yang tidak kunjung terselesaikan. Sedangkan hal demikian sungguh pun tidak perlu terjadi, karena dapat menghambat ruang gerak dan kiprahnya sebagai organisasi pengkaderan.
Secara faktual, terlihat bahwa para birokrat HMI seakan menjauh dari para kader. Entah itu karena mereka terlalu asyik mengurus rumah tangganya sendiri, atau mungkin mereka terlupakan oleh segala aktivitas yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan organisasi ini.
 Dari segi kuantitas, terlihat bahwa Menurunnya jumlah kader baru yang masuk HMI menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita. Apakah hal tersebut merupakan hal yang terjadi begitu saja, ataukah ada sebuah petunjuk yang dapat dijadikan sebuah hukum perubahan sosial, mengapa penurunan jumlah kader tersebut bisa terjadi. bisa jadi, hukum yang dapat dijadikan sebuah keterangan adalah bahwa HMI semakin jauh dengan mahasiswa, karena tidak memahami akan kebutuhan mahasiswa (student need).
HMI jarang melakukan sebuah evaluasi internal terhadap perjalanan roda organisasi sehingga tidak diketahui secara pasti sejauh mana keberhasilan HMI dalam melaksanakan perjuangannya dan tidak diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penghalangnya. Idealnya, karena ini merupakan masalah bersama, khendaknya para aktor yang memiliki sebuah hak istimewa, sesekali mengadakan diskusi akbar dari para kader, pejabat organisasi maupun tim ahli yang dianggap mampu untuk menuangkan gagasan-gagasannya dalam mencari solusi yang cemerlang bagi keberlangsungan roda organisasi ini.
Kritik-kritik atas penomena objektif di atas semoga saja dapat menyadarkan HMI—termasuk kader dan birokratnya—agar senantiasa melalukan sebuah rekontruksi, revitalisasi dan rejuvenasi atas batang tubuh HMI sebagai sebuah organisasi yang senantiasa dipandang sebagai organisasi yang besar. Hal demikian dapat terwujud tentunya harus kembali lagi kepada bagaimana upaya-upaya kader HMI untuk dapat menjaga esensi dan eksistensi HMI.
Dan tentunya dengan melihat bagaimana pola pengkaderan di dalam tubuh HMI terkonstruk secara baik dan benar, agar HMI dapat kembali diminati oleh kalangan mahasiswa serta mampu untuk menampung semua aktivitas-aktivitas positif secara aktual. Dan ke depannya akan terlihat sosok-sosok kader yang tampil sebagai kader yang paham betul akan visi-misi HMI dalam menjawab tantangan zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube