BREAKING

Senin, 17 November 2014

Pahlawan yang Terlupakan



 
Syafruddin Prawiranegara
Oleh: Siti Mahfudzoh
Mahasiswi Perbandingan Agama, Semester I
Kemerdekaan bangsa Indonesia tidaklah diraih dengan mudah. Memerlukan perjuangan berpuluh-puluh tahun untuk mewujudkannya. Selama masa perjuangan itu, sudah tak terhitung putra bangsa yang harus meregang nyawa dalam upaya mengusir bangsa penjajah dari bumi Indonesia. Selama masa itu pula sudah tak terhitung materi yang harus dikorbankan untuk kepentingan perjuangan.
Nyatanya, kemerdekaan Indonesia baru bisa diraih pada tahun 1945 setelah melewati masa perjuangan yang amat panjang, yakni setelah bangsa Belanda melepas taring-taring kekuasaannya selama lebih 3,5 abad ditambah jepang yang berhasil menjajah harta kekayaan penduduk pribumi, selama 3,5 tahun yang menyakitkan. Dengan kata lain, kemerdekaan bangsa Indonesia sesungguhnya diraih dengan perjuangan berdarah-darah yang menyedihkan.
Kini saat bangsa Indonesia sudah merdeka, kita dihadapkan pada pertanyaan penting, siapakah Pahlawan bangsa yang pantas untuk kita kenang jasanya?
Tentu jumlahnya lebih dari jutaan nama. Namun pasti ada beberapa nama untuk kita ingat. Selain nama-nama tenar seperti Soekarno dan Hatta, masih banyak tokoh penting yang terlibat dalam lahirnya kemerdekaan Indonesia. seperti seorang presiden yang namanya tidak tercantum dalam urutan presiden walaupun hanya menjadi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, yaitu Syafruddin Prawiranegara. tapi ia sudah menorehkan jiwa dan raganya untuk Indonesia yang pada saat itu sangat amat genting, Namun sayang nama ini nyaris tidak terdengar dikalangan kaum muda pada saat ini, namanya begitu saja dilupakan tidak melihat seberapa beratnya jasa-jasa yang telah diberikan pada saat ia menjadi presiden walaupun hanya 8 bulan. Dia adalah Putra Bangsa yang berasal dari Banten, Tidak terlalu luas untuk wilayah Indonesia mengetahui tentang beliau. Tapi  adakah penduduk Banten sendiri mengetahui bahwa daerahnya pernah menjadi kebanggaan memiliki putra bangsa seperti Syafruddin Prawiranegara? tentu ada yang mengetahui, tetapi hanya sebagian kecil. Entah sejarah yang tak sampai atau mungkin tidak ada nama beliau dalam sejarah. Dia adalah pahlawan yang terlupakan.
Maka dari itu Penulis akan membahas tentang pahlawan yang terlupakan ini, yaitu Syafruddin Prawiranegara.
Syafruddin Prawiranegara merupakan pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911. Beliau menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan RI di Yogyakarta  ke tangan Belanda. Tepat saat peristiwa Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948. Tokoh yang lahir di Anyar Kidul ini lebih akrab disapa “Kuding” oleh keluarga maupun kawan-kawannya. Dalam darahnya, mengalir campuran Banten dan Minang. Buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, masih keturunan raja Pagaruyunh di Sumatera Barat yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Sutan Alam menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang memiliki anak yang bernama Raden Arsyad Prawiraatmadja. Ayah Syafruddin bekerja sebagai jaksa, tetapi cukup dekat dengan masyarakat sehingga dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur.
Sebagai keturunan bangsawan, Syarifuddin memperoleh pendidikan formalnya dengan baik. Beliau  menempuh pendidikan Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1925, dilanjutkan ke MULO di Madiun pada tahun 1928, dan Algemene Middelbare School (AMS) di Bandung pada tahun 1931. Beliau mengambil pendidikan tinggi di Rechtshoogeschool (sekolah tinggi hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum di Universitas Indonesia) pada tahun 1939, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (saat ini setara dengan magister hukum). Selepas meraih gelar Meester, Syafruddin yang dikenal sebagai kutu buku ini pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta (1939-1940), petugas Departemen Keuangan Belanda (1940-1942), dan pegawai Departemen Keuangan Jepang.
Pascakemerdekaan RI,  Syafruddin yang dimasa mudanya sudah akrab dengan berbagai organisasi pergerakan nasional menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) pada tahun 1945. Badan ini bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ketika Belanda melakukan Agresi Militer II di Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949, pada saat itu Soekarno-Hatta dan kawan-kawan sedang ditawan oleh Belanda, kemudian Soekarno-Hatta memutuskan untuk memberi mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yang pada saat itu pusat pemerintahan berada di Yogyakarta, Soekarno-Hatta sempat mengirimkan telegram yang berbunyi,
“Kami, presiden Republik Indonesia Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam enam pagi Belanda telah mulai serangannya atas ibu kota Yogyakarta. Jika dalam keadaan pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, kami mengusahakan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera.”
Namun sangat disayangkan, telegram itu tidak sampai ke Bukit Tinggi, Yogyakarta (posisi Syafruddin saat itu) karena sulitnya sistem komunikasi. Namun, ketika mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pemimpin pemerintahan RI, pada tanggal 19 Desember sore hari, Syafruddin segera mengambil inisiatif senada. Yaitu mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok,  Bukit Tinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintahan darurat (emergency government). Gubernur Sumatera Utara, Teuku Muhammad Hasan menyetujui usul tersebut demi menyelamatkan RI yang berada dalam bahaya.
Atas usaha Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang di prakarsai oleh Syafruddin Prawiranegara, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. kemudian adanya Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda dalam Agresi Militernya. Akhirnya, soekarno dan kawan-kawan dibebaskan hingga bisa kembali ke Yogyakarta. Dan pemerintahan Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Pesiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta dan sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.
Selama 8 bulan, ia menjadi presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, walaupun singkat, Ia tengah berhasil meredamkan Agresi Militer Belanda II melalui Perjanjian Roem-Royen. Kiprahnya sebagai pahlawan bangsa tidak diragukan lagi, sudah jelas beliau patut dikenang jasanya dan dicatat dalam sejarah.
Selain itu, Sebagai aktivis, karir politik Syafruddin memang terbilang cemerlang. Tercatat, ia pernah menduduki beberapa jabatan penting di pemerintahan RepublikIndonesia. Ia pernah ditunjuk pemerintah Soekarno untuk menempati jabatan Wakil Menteri Keuangan pada 1946 dan Menteri Kemakmuran pada 1947. Pada saat masih menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer Belanda II 1948, dan menyebabkan terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Setelah menyerahkan kembali kekuasaan menjadi presiden PDRI, Syafruddin menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada 1949 dan Menteri RI pada 1949 -1950. Selaku Menteri Keuangan  dalam Kabinet Hatta, kiprahnya dalam dunia keuangan sangat berperan penting sehingga pada Maret 1950, ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai 5 rupiah ke atas sehingga nilainya tinggal separuh yang pada saat itu sedang terjadi Krisis Moneter (Krismon), tidak sedikit yang banyak menimbulkan pro dan kontra, namun Syafruddin tetap teguh dalam kebijakan yang digagasnya, karena demi Krisis moneter tersebut berkurang. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan “Gunting Syafruddin”.
Pada tahun 1951, Syafruddin menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama. Sebelumnya, ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.
Ketika pada awal tahun 1958, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berdiri. Hal ini akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat. Syafruddin diangkat sebagai perdana menteri PRRI dan membentuk kabinet tandingan sebagai jawaban atas dibentuknya kabinet Ir.Juanda di  Jawa. Kabinet PRRI berbasis di Sumatera Tengah. PRRI masih mengakui Soekarno sebagai presiden PRRI karena diangkat secara konstitusional.
Pada bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintah pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Keputusan Presiden RI No. 449/1961 menetapkan pemberian amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan, termasuk PRRI yang perdana menterinya adalah Syafruddin Prawiranegara.
Kiprahnya dalam dunia politik amat begitu besar, menurut hemat penulis, PRRI tidak layak di cap sebagai pemberontak karena mencoba menghilangkan pengaruh-pengaruh komunis dalam pemerintahan. Dan seharusnya dianggap sebagai Pelopor Upaya Pembersihan PKI dalam pemerintahan.  Hal-hal ini perlu di jadikan pelajaran atas apa yang seharusnya apresiasi yang diberikan.
Setelah bertahun-tahun berkarir di dunia politik, Syafruddin akhirnya memilih berdakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Ternyata, hal itu tidak mudah. Berulang kali ia dilarang naik mimbar karena cap-an Pemberontak PRRI. Pada Juni 1985, ia diperiksa sehubungan isi khutbahnya pada Hari Raya Idl Fitri 1404 H di Masjid Al-A’raf, Tanjung Priok, Jakarta.
“Saya ingin mati didalam Islam, dan ingin menyadarkan bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah,” ujar Syafruddin mengenai aktivitasnya.
Ditengah kesibukan sebagai mubaligh, syafruddin masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia.  
Dalam kesibukan berdakwahnya, Syafruddin Prawiranegara meninggal pada 15 Februari 1989 dan dimakamkan di Tanah Kusir Jakarta Selatan pada usia 77 tahun.
Sangat ironis memang, seorang pahlawan yang mati-matian memerjuangkan bangsanya demi kemerdekaan yang sebenarnya, di judge sebagai pemberontak, bahkan berdakwahnya pun menjadi kecaman yang tidak dibenarkan. Entahlah, kekuatan pada waktu itu mungkin terlalu lemah untuk melawan kecaman dan judge-an.
Penulis mendoakan semoga meninggalnya Syafruddin dalam keadaan Syahid, sehingga bisa mencapai surga-Nya Allah. Allah mengetahui apa yang tidak ketahui.
Penulis berharap semoga semakin banyak yang mengetahui kedudukan Syafruddin yang sebenarnya, bukan hanya untuk orang Banten, tetapi untuk seluruh penduduk Indonesia. dengan selalu membaca sejarah-sejarah yang masih tersingkap dalam kemisteriusan sejarah yang ada sekarang dengan yang ada pada zaman dahulu. Sehingga menjadi suatu keniscayaan kecaman Syafrudddin sebagai “Pemberontak” itu dihapuskan.  Karena seperti apa yang dikatakan Soekarno “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya (Jas Merah).” Dan penulis juga berharap, maksimal, Syafruddin Prawiranegara ini terdaftar dalam urutan ‘Mantan Presiden’ melihat perjuangan dan kegigihan beliau yang telah Penulis ungkapkan.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube