BREAKING

Jumat, 27 Desember 2013

BANTEN MILIK RAKYAT BUKAN MILIK TOPENG

BANTEN MILIK RAKYAT BUKAN MILIK TOPENG
Oleh: @DheniGholler

Ketika kata sudah tidak lagi bermakna, pemberontakan pun menjadi keniscayaan, ketika makna sudah tidak lagi di jadikan pijakan maka kenihilan menjadi konsekuensi logis.
Seolah suara-suara perlawanan terhadap ketidakadilan sudah tidak lagi berhembus. Maka penindasan akan terus berjalan, dan bahkan bisa terus merajalela dimana-mana, membabi buta seolah tidak ada hukum yan mengatur itu semua. Imprealisme, kolonialisme, menjadi sebuah kepastian yang tidak bisa di bantah bahkan tidak terbantahkan lagi.
Begitupun penindasan yan ada di banten, seakan-akan telah menjadi setan, iblis, bahkan rajanya setan yan mengerikan mungkinkah ini kutukan, atau perbuatan, atau hanya bayangan semata. Kini orang-orang yang dahulu menjadi oposisi menjadi tidak peduli dengan daerahnya sendiri, lalu siapa yan pantas di salahkan_? Yang melawan atau yang diam__?  Dan lalu siapa yan di untungkan yan diam ataukah yan melawan _?
Apakah mungkin kita ini terlalu egois dalam melihat realitas ini_? seolah rasionalitas kita sebagai mahasiswa, penerus bangsa, perubah bangsa, agen of change, agen of  control, agen of analisis, sudah hilang bahkan lenyap di gantikan dengan skeptisisme naif. Diskursus yang kita banun dahulu mengenai penghancuran rezim sudah mulai pudar, punah bahakan musnah mungkin. Kini semua mahasiswa asal banten yang ada di indonesia di sibukan dengan kepentingannya masing-masing. Mereka di benturkan dengan bayangan masa depan mau jadi apa saya kedepan? Mau kemana arah saya kedepan? Padahal meraka dan tentunya kita hidup di daerah lingkaran penjajah baru, kesadaran revolusioner mahasiswa kini telah hilang di lahap bung toga dan bungkusan kertas yang ada di map. Petanyaannya hanyalah dua kenapa,dan bagaimana? mari kita bangunkan mereka yang sedan tertidur dengan ketidak sadarnya itu_!. kita bangkit bersama-sama dan kita rapatkan barisan untuk menghancurkan rezim-rezim dinasti yang selama ini mengeksploitasi kesadaran kita, bahkan menindas kita secara perlahan-lahan, yang membungkam nalar kritis kita untuk tidak lagi menjadi intelektual sejati, tetapi kita semua di paksa untuk  di jadikan teknokrat-teknokrat biadab, untuk pro terhadap status quo.
Sangat lacur rasanya ketika daerah kelahiran kita di jajah oleh orang pribumi lalu kita sebagai warga pribumi terdiam seperti kucing yang kekenyangan. Bahkan lebih sangat lacur ketika mereka menganggap orang-orang yang bergerak untuk melawan penjajah pribumi telah di tunggangi oleh kelompok yang memiliki kepentingan. Seandainya keheningan malam dapat menjawab semua realitas ini mungkin kita sudah tidak lagi pantas di kategorikan sebagai manusia ketika terdiam, bahkan tiarap melihat daerah kita di jajah oleh pribumi.
Banten yang berdiri pada 17 oktober 2000 dan di masa itu telah berhasil memisahkan diri dari jawa barat merupakan bukti konkret bahwa banten ingin mandiri secara ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dll.  Dan ingin menjadi daerah istimewa, dan mampuh menjadi kota madani.  Wahai daerahku tercinta engkau saat ini sudah berusia 13 tahun, seharusnya engkau sudah jaya. Melihat kekayaan yang saat ini lumayan berlimpah. Wilayah barat tertanam lumbung padi, pantai pesisir yang indah nan elok, dan tambang emas. Di wilayah selatan terdapat kepingan batu bara, lautan yang megah terhampar luas, di wilayah utara terhampar rempah-rempah dan di wilayah timur di banjiri industri yang menyaingi ibu kota.  Seharusnya dengan kekayaan itu banten mampuh menghidupi rakyatnya sendiri, dengan kesejahteraan, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, pangan, dan bahkan mampuh menciptakan sumberdaya manusia yang stabil, dan canggih.
Sebetulnya kesalahan terbesar bukan olehmu wahai “banten” tetapi kesalah itu di sebabkan oleh segelintir orang yang kini menjadi pemimpinmu sebut saja Tante Atut Chosyiah, Dewan perwakilan rakyat, dan dinas-dinasmu yan tidak jelas itu, yang jauh akan pemahaman teori tentang sistem kenegaraan, bahkan para pemimpin-pemimpin yang ada di banten kebingungan dengan fungsi dan tugasnya sebagai pemimpin, oleh karena itu mereka cenderung oportunis-pragmatis semuanya.  Ketika sistem negara kacau bahkan tidak berfungsi dengan semestinya maka yang mejadi korban bukanlah pemimpin tetapi rakyat banten. Coba tengok berapa kemiskinan, gizi buruk, pendidikan, dll, Dalam negara yang memiliki sistem demokrasi, saya teringat kepada kata-kata montesqui dan abraham lincon. Demokrasi pada dasarnya sistem kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Selain itu sistem kekuasaannya pun di bagi menjadi tiga kategori yaitu adanya eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif. Yang sering di sebut oleh montesqui sebagai trias politica, dan ketiganya ini memiliki fungsinya masing-masing, tetapi di banten saat ini ketiganya ini tidak berfungsi dengan semestinya.
Dalam negara demokrasi seharusnya seala bentuk kebijakan yang di tetapkan oleh wakil rakyat tidaklah menghisap bahkan tidak pula menindas rakyat. Dan bahkan segala bentuk kebijakan yang di tetapkan oleh wakil rakyat haruslah merakyat dan harus memiliki argumentasi yang memanusiakan rakyat bukan sebaliknya. Humanisasi bukan (de)humanisasi. Saya kira orang-orang kiri lebih peduli dengan kesejahteraan rakyat yang menegaskan peniadaan Hak milik pribadi yang mengusung sistem sosialisme maupun komunisme, dan orang kiri selalu mengatakan bahwa segala bentuk-bentuk kebijakan pemerintah haruslah berangkat dari arumentasi rasionalitas (memanusiakan manusia) bukan sebaliknya, dan ketika tidak demikian maka negara haruslah melakukan Revolusi, baik revolusi struktur maupun cultur itulah yang di ucapkan oleh kaum hegelian kiri.
Terkadang kita sering terjebak dalam menerjemahkan bahasa kemerdekaan dengan pejajahan modern. Praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, penghisapan, kemiskinan, baik kemiskinan struktural, (birokrasi) maupun kemiskinan ilmu pengetahuan(pendidikan)  yang ada di banten merupakan bagian dari penjajahan modern. Pada kenyataannya praktek-praktek pemerintahan yang ada di banten bukanlah usaha untuk memerdekaan rakyatnya tetapi itu semua lebih dari praktek-praktek penjajahan-penjahan modern. Maka ketika perlawanan itu muncul itu adalah keniscayaan. Memahami revolusi untuk banten saat ini bukan pada aspek kesadaran, tetapi pada aspek material karena revolusi itu di luar bukan di dalam (Lenin). Perubahan sosial yan membuat kesadaran kita untuk melawan bukan kesadaran yang meruntuhkan perubahan sosial. 

Ciputat 24 november 2013








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube