BREAKING

Kamis, 06 Oktober 2011

RELIGIUSITAS


(Pemahaman & Gaya Hidup)

Kata Religi berasal dari bahasa latin yaitu religio, akar katanya adalah religere yang berarti mengikat. Ada juga yang membedakan istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama atau religi menunjuk pada aspek formal yang berkaitan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek oleh individu (Mangunwijaya, anggarasari,1997). Menurut Nurcholis Madjid, agama/addin bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti shalat dan membaca do’a. Agama lebih dari itu, yaitu keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridla atau perkenan Allah. Agama dengan demikian meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di hari kemudian.
Agama merupakan suatu acuan seseorang untuk menjalankan ritual dan mengantar manusia untuk memahami dan mencari sumber kebenaran, namun fenomena yang terjadi adalah kurangnya kesadaran akan eksistensi agama sebagai pandangan hidup, akibatnya banyak yang keluar dari koridor atau norma agama sehingga religiusitas perlahan meluntur, termakan oleh doktrin-doktrin tanpa memikirkan hukum sebab-akibat. Fenomena ini disebut dengan fenomena kasuistik yang berkebalikan dari nilai-nilai dasar agama (Islam), bila dicermati akar persoalannya terletak pada sikap religiusitas yang individualistik. Doktrin-doktrin Islam yang universal dipahami dan dilaksanakan secara personal dengan memutus implikasi signifikan dalam dinamika kehidupan sosial.
Daya tangkap terhadap doktrin Islam seperti itu dapat diistilahkan dengan religiusitas casing. Artinya, sikap beragama yang cenderung menampakkan dimensi eksoteris berupa praktik ritual, dan mengabaikan dimensi esoterisnya, yakni internalisasi dalam kehidupan sosial. Sikap keberagamaan ini sejatinya telah mereduksi Islam itu sendiri. Sebab kesalehan sosial yang juga diharapkan lahir setelah menghayati doktrin Islam menjadi terputus oleh kesalehan personal. Nurcholish Madjid menandaskan bahwa sikap religiusitas seseorang seharusnya menumbuhkan kesadaran sosial yang tinggi. Sebuah kesadaran sebagai sesama manusia untuk menciptakan sikap saling toleran, saling menghargai dan menghormati, berbentuk interaksi sosial yang humanis.
Fenomena religiusitas casing yang mengental akan membentuk sikap hidup arbitrer, menurut selera dan kepentingan masing-masing. Bila hal ini berlangsung secara komunal di level sosial, efek negatif yang bakal terjadi amat mengerikan. Gelombang chaos akan pecah dengan beragam kepentingan yang silang sengkarut berkonfrontatif. Konflik horisontal pun tak lagi terhindarkan. Di level akar rumput (grass roots) akan lahir friksi-friksi yang terus meruncing, sehingga bukan hanya kekerasan atau sikap individualistic saja yang terjadi, penyelewengan seksual dan pemerkosaan juga akan mudah ditemukan. mari kita kerucutkan permasalahan akibat lunturnya religiusitas, misalnya pada tindakan asusila lainnya yaitu “seksualitas” gaya hidup masyarakat yang heterogen membuat masyarakat mudah kecanduan dengan suasana atau gaya metroseksual, tanpa disadari  perilaku seksual terjadi karena kurangnya tingkat religiusitas . perlu diketahui bahwa  religiusitas lebih dalam dari agama yang tampak formal dan resmi  (Mangunwijaya, 1991). Agama itu sendiri adalah unsur terpenting dalam diri seseorang. Apabila keyakinan beragama telah menjadi bagian integral dalam kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika  muncul keinginan atau dorongan seksual  dalam diri seseorang maka keyakinan beragama itulah yang akan mengatur sikap dan tingkah laku seksualnya agar sesuai dengan ajaran agamanya (Kartono, 1991).  Remaja yang hidup di zaman sekarang ini lebih sering bergesekan dengan materi seks yang makin marak beredar seiring dengan kebebasan media dan pers. Terlebih remaja yang berstatus mahasiswa yang tergolong sebagai remaja akhir yang pertumbuhan jasmaninya sudah  matang sehingga menimbulkan dorongan seks yang cukup kuat. Dorongan seks  yang kuat tersebut akan membawa mahasiswa kepada bermacam-macam tindakan. Untuk itulah remaja membutuhkan agama sebagai pengendali dirinya dalam memantapkan kepribadian dan dapat mengontrol perilakunya.
Disini kita berdiri sebagai satu almamater yang berbaur dengan lintas keyakinan dan Pemikiran, tetap kita jaga keharmonisan, dan kehormatan untuk memahami hakekat terciptanya sebagai “Insan akademis, Pengabdi yang bernafaskan Islam” untuk menciptakan Kampus yang agamis dan religius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube