BREAKING

Senin, 26 September 2011

"Seakan Hidup di Kota Sampah"

oleh Ali Topan Ds 

Salah satu dampak dari kepadatan penduduk adalah kompleksitas tatanan masyarakat. Potret kehidupan yang tersebut dapat terlihat di kota-kota besar. Sebagai contoh keadaan masyarakat kota Jakarta yang mencapai angka tertinggi kepadatan penduduk. Sebagai Ibu Kota negara, Jakarta menjadi cermin tatanan masyarakat Indonesia. Berbagai penduduk dari bermacam-macam daerah dapat ditemui di Jakarta. Heterogenitas masyarakat penghuni Jakarta mendesak tingkat egoistis pada setiap individu. Jika dibiarkan, sikap demikian tentu akan menghambat praktik kepedulian sosial yang baik.
Ada beberapa masalah yang setiap hari melilit para pekerja aktif di Jakarta. Seperti kemacetan, polusi udara, ketertiban umum, jalan raya yang berlubang dan sampah yang berserakan. Kondisi ini sudah menjadi nontonan keseharian penduduk. Masyarakat pun menjadi terbiasa dengan pola hidup yang sebenarnya menyusahkan dan tidak sehat ini, meski dalam keadaan terpaksa. Ironisnya pemerintah tidak memberikan solusi konkret dalam mencegah dan menangani masalah sosial tersebut.
Barangkali sudah menjadi sebuah pemandangan sehari-hari, hampir di setiap ruas jalan yang ada di Jakarta selalu terdapat sampah berserakan. Tidak hanya itu, bahkan terdapat pula tumpukan-tumpukan sampah. Meski Dinas Kebersihan Kota sudah mengerahkan pekerja khusus untuk menanggulanginya, namun selalu saja terdapat sampah-sampah berserakan. Kondisi ini dikarenakan masyarakat kurang kesadaran dalam masalah kebersihan umum. Mereka hanya peduli dengan kebersihan dirinya dan tidak mengindahkan kebersihan sekelilingnya. Sebagai contoh, ketika perusahaan-perusahaan besar dengan seenaknya membuang sampah serta limbahnya ke sungai. Hal tersebut dapat merusak ekosistem; mempermudah penularan wabah penyakit dan mengakibatkan banjir serta. Karena beberapa kasus banjir yang terjadi di Jakarta diakibatkan sampah yang menumpuk di sungai.
Contoh lain dari ketidaksadaran masyarakat akan masalah sampah adalah, individu-individu yang dengan ringan tangan membuang sampah –bungkus makanan, tissue, puntung rokok- disembarang tempat. Fenomena tersebut dapat terlihat di kendaran umum. Tidak sedikit sampah-sampah ditinggal begitu saja dalam kendaraan. Selain itu tidak jarang pula penguna jalan yang dengan sesuka hati melempar sampah dijalan raya, dengan membuka kaca mobil, mereka dengan mudah menemukan tempat sampah, yang tidak lain adalah sarana umum alias jalan raya tersebut. Padahal jika diperhatikan hampir disetiap bungkus produk makanan terdapat himbaun agar menjaga kebersihan, baik dalam bentuk gambar atau tulisan. Kondisi tersebut mengandaikan bahwa masyarakat Jakarta bagai hidup di kota sampah.
Di beberapa Negara maju, telah menerapkan undang-undang berkaitan dengan kebersihan lingkungan. Di Singapure misalnya, masyarakat yang membuang sampah akan mendapat hukuman yang tidak ringan. Negara lain seperti Jepang juga menerapkan hal demikian. Efek jera yang diberikan bagi pelanggar hukum tersebut mendorong agar masyarakat membudayakan kebersihan umum.
Pemerintah dan masyarakat umum perlu mengambil sikap dalam menangani masalah sampah. Peraturan yang telah dicanankan pemerintah tidak akan berarti jika tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat. Padahal jika sampah tersebut dikelolah dengan baik akan memberikan susuatu yang bermanfaat. Seperti hiasan dinding, tas dan lain-lain yang tidak jarang terbuat dari barang-barang bekas ataupun sampah. Dengan demikian sampah tidak hanya dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan tetapi juga dikelolah menjadi barang bermanfaat dan bermutu.
Ciputat 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2009 Piush
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube